Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

KOMPAS.com - Pemilik TikTok, ByteDance, lebih memilih menutup aplikasinya yang merugi daripada menjualnya ke pihak Amerika Serikat jika memang tak memiliki opsi lain guna melawan aturan di Paman Sam.

Jawaban ini merupakan respon pemerintah Amerika Serikat yang menggulirkan undang-undang yang meminta TikTok menjual sahamnya ke investor AS atau hengkang dari negara tersebut.

“Laporan media asing bahwa ByteDance sedang menjajaki penjualan TikTok tidak benar,” tulis pernyataan ByteDance yang berbasis di Beijing itu dikutip dari CNN.

"ByteDance tidak punya rencana untuk menjual TikTok,” tulis mereka lagi.

Hingga saat ini, ByteDance yang merupakan perusahaan induk TikTok dan sejumlah aplikasi lainnya, tetap bungkam mengenai undang-undang di AS yang mendorong penjualan paksa.

Pihak berwenang China juga bersikap bungkam sejak rancangan undang-undang tersebut ditandatangani Presiden Joe Bidden menjadi undang-undang, meskipun Beijing sebelumnya telah menyatakan dengan jelas bahwa pihaknya akan menentang tindakan semacam itu.

Kongres AS meloloskan RUU tersebut minggu ini bersamaan dengan pengumuman paket bantuan luar negeri yang lebih besar untuk mendukung Israel dan Ukraina.

Hal itu disetujui oleh DPR pada hari Sabtu, dan selanjutnya disahkan oleh Senat pada hari Selasa.

Undang-undang tersebut menimbulkan risiko paling serius bagi TikTok sejak pejabat AS mulai menyampaikan kekhawatiran tentang aplikasi tersebut pada tahun 2020.

Berdasarkan undang-undang yang sekarang berlaku di AS, TikTok terpaksa mencari pemilik baru dalam beberapa bulan atau dilarang sepenuhnya dari Amerika Serikat, pasar terbesarnya dengan 170 juta pengguna.

Pada hari Rabu (25/4/2024), CEO TikTok Shou Chew mengatakan perusahaannya akan berjuang di pengadilan agar tetap bisa beroperasi di AS.

“Yakinlah, kami tidak akan kemana-mana,” katanya dalam video yang diposting di aplikasi.

Pemerintah China sebelumnya mengatakan pihaknya sangat menentang penjualan paksa TikTok, dan memiliki kekuatan hukum untuk melakukannya.

Mereka memandang teknologi TikTok sangat berharga dan telah mengambil langkah-langkah sejak tahun 2020 untuk memastikan Beijing dapat mencegah penjualan saham yang dilakukan ByteDance ke pihak asing.

Algoritma TikTok, yang membuat pengguna terpaku pada aplikasinya, diyakini menjadi kunci kesuksesannya.

Algoritmenya memberikan rekomendasi berdasarkan perilaku pengguna, sehingga mendorong video yang ingin mereka tonton.

Anggota parlemen AS telah lama mengkhawatirkan pengaruh Beijing terhadap aplikasi tersebut. Secara khusus, mereka khawatir TikTok dapat berbagi data dengan pemerintah China atau memanipulasi konten yang ditampilkan di platformnya.

Sejauh ini, hanya ada sedikit bukti yang mendukung kekhawatiran tersebut.

Namun sebagai perusahaan yang berbasis di China Daratan, ByteDance tunduk pada berbagai undang-undang intelijen nasional, keamanan data, dan keamanan siber.

Pada tahun 2018, China mengamandemen Undang-Undang Intelijen Nasional, yang mewajibkan organisasi atau warga negara mana pun untuk mendukung, membantu, dan bekerja sama dengan pekerjaan intelijen nasional.

Artinya, ByteDance terikat secara hukum untuk membantu pengumpulan intelijen China.

Akibatnya, sejumlah negara telah melarang pejabatnya mengunduh TikTok ke ponsel mereka, namun undang-undang AS adalah salah satu tindakan paling luas yang diambil sejauh ini. India melarang TikTok sepenuhnya pada tahun 2020.

https://money.kompas.com/read/2024/04/26/132301126/bytedance-ogah-jual-tiktok-ke-as-pilih-tutup-aplikasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke