JAKARTA, SELASA — Utang luar negeri yang akan jatuh tempo tahun ini lebih banyak berasal dari sektor korporasi. Bank Indonesia mencatat, utang swasta non-perbankan yang jatuh tempo tahun ini mencapai 14,2 miliar dollar AS.
Adapun utang perbankan yang akan jatuh tempo tahun ini mencapai 3,2 miliar dollar AS, sedangkan utang luar negeri pemerintah, baik pokok maupun bunganya, yang jatuh tempo tahun ini mencapai Rp 60 triliun atau 6 miliar dollar AS.
Namun, BI maupun pemerintah masih enggan merinci jadwal pelunasan utang luar negeri tersebut. "Utang luar negeri pemerintah tidak merata jatuh temponya. Namun, kebanyakan terkumpul pada bulan-bulan tertentu," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto, pekan lalu, tanpa merinci bulan apa.
Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad optimistis BI mampu memenuhi kebutuhan valuta asing (valas) bagi pelunasan utang luar negeri pada tahun ini. Muliaman mengingatkan, utang luar negeri yang jatuh tempo tahun ini masih lebih kecil dibandingkan tahun lalu. "Jadi, cadangan devisa sekitar 52 miliar dollar AS-53 miliar dollar AS, kami rasa memadai untuk memenuhi pembayaran utang," kata Muliaman.
Apalagi Muliaman memprediksi, banyak perusahaan, baik perbankan maupun non-perbankan, sudah bersiap melakukan restrukturisasi, misalnya berupa pengunduran jatuh tempo pembayaran. Selain mengundurkan waktu pelunasan, korporasi juga melakukan strategi refinancing alias menutup utang lama dengan utang baru.
Di luar itu, banyak pula korporasi yang mendapatkan utang dari induk perusahaan di luar negeri. "Jadi, kami masih menghitung kembali jumlah utang secara detail. Berapa nilai utang yang benar-benar harus dibayar tahun ini," kata Muliaman, pekan lalu.
Kepala Tresuri BCA Branco Windoe memperkirakan, utang luar negeri yang jatuh tempo tak terlalu memengaruhi rupiah. "Kalau pasar global seperti sekarang, rupiah pasti tertekan," ujarnya. (Ade Jun Firdaus, Nadia Citra Surya/Kontan)