Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Dagang Batik

Kompas.com - 03/10/2009, 05:28 WIB

Kini era ekonomi kreatif, era globalisasi, era kapital. Bertali temali dalam dinamika ekonomi global. Siapa memiliki kapital, daya kreasi tinggi, tentu merekalah yang meraih manfaat besar.

Apalah artinya kita dinobatkan dunia sebagai ”pemilik” batik, tetapi manfaat ekonominya justru diraih bangsa lain dengan segala keunggulan kreatif, daya saing global, dan kekuatan kapitalnya.

Begitu mudah kita menemukan pakaian bermotif batik di pasar lokal. Bisa saja itu bukan buatan di dalam negeri, tetapi barang impor dari negara yang memproduksi secara mudah dan cepat serta murah. Dengan begitu, mereka memiliki daya saing tinggi untuk menerobos masuk ke berbagai pasar di seluruh penjuru dunia, termasuk pasar kita.

Ah...! Jangan-jangan baju atau rok berbahan kain bermotif batik yang Anda kenakan kemarin untuk menunjukkan rasa bangga atas pengakuan dunia terhadap batik justru buatan China atau negara lain. Ya, siapa tahu. Maaf, jangan tersinggung.

Soalnya, banyak di antara kita yang pasti kurang pemahaman, bahkan tidak tahu-menahu soal kain. Begitu melihat kain bermotif batik, kita sudah langsung menganggapnya itu buatan Indonesia. Buatan Pekalongan, Solo, Cirebon, Yogyakarta, atau batik daerah lain.

”Politik batik” adalah politik dagang juga. Itu kita tempatkan dalam konteks batik dan juga semua produk pertekstilan kita sebagai komoditas dagangan. Politik dagang kita sering kali kedodoran manakala memasuki arena pertarungan global. Bukan hanya di arena internasional, tetapi politik dagang kita juga harus kuat dalam membela kepentingan industri nasional di pasar domestik.

Betapa kalangan pengusaha industri tekstil dan produk tekstil mengeluhkan serbuan produk luar negeri yang masuk mengacak-acak pasar domestik. Mereka sering melontarkan kritik tidak adanya perlindungan pasar dan industri domestik. Barang impor, termasuk yang ilegal, begitu mudah menyerbu, melemahkan, bahkan mengancam ajal industri-industri pertekstilan nasional.

Padahal, industri tekstil dan produk tekstil merupakan industri padat karya berorientasi ekspor. Kamar Dagang dan Industri Indonesia menempatkan sektor ini sebagai industri pendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, penetrasi produk ilegal di pasar domestik mengurangi daya saing industri di negeri sendiri.

Industri tekstil dan garmen merupakan industri padat karya dan terbukti pernah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pengalaman panjang pengusaha pada industri ini dan keragaman budaya yang dapat memperkaya ragam produk tekstil dan pakaian jadi merupakan modal dasar untuk tetap bertahan di tengah persaingan semakin ketat.

Mumpung daya saing produk tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki Indonesia di pasar dunia masih cukup tinggi. Neraca perdagangan untuk produk tersebut mengalami surplus 6,9 miliar dollar AS pada 2008 (56 persen dari total ekspor). Pada 2004, surplus perdagangan sempat mencapai 80 persen dari total ekspor.

Produk tekstil dan pakaian jadi ”Made in Indonesia” telah lama dikenal di pasar ekspor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com