Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simalakama Harga Eceran Tertinggi

Kompas.com - 12/11/2009, 07:39 WIB

Menimbulkan masalah

Jika harga pupuk dinaikkan, akan memberatkan petani. Kenaikan harga akan membuat petani berusaha menebus sebanyak mungkin pupuk subsidi dengan HET lama.

Apalagi saat ini menjelang musim tanam rendeng yang biasanya dimulai pada akhir November hingga awal Desember. Bagi mereka, kenaikan 10 atau 20 persen saja sudah berat, apalagi naik hingga 85 persen. Buat petani, kenaikan pupuk memiliki dampak yang signifikan karena pengadaan pupuk tidak bisa ditunda.

Oleh sebab itu, meskipun komponen pupuk dalam biaya produksi hanya 10 persen, jika terlambat pengadaannya berdampak langsung pada produksi gabah. Kondisi itu berpeluang menimbulkan kesenjangan antara permintaan dan pasokan. Dengan demikian, berpeluang terjadinya kelangkaan pupuk.

Persoalan lain, lambannya pemerintah memutuskan HET baru tentu mengiurkan bagi para spekulan. Mereka akan berusaha mendapatkan celah membeli harga pupuk bersubsidi yang lama.

Hal itu sangat mungkin karena dari total alokasi pupuk bersubsidi sebanyak 5,2 juta ton baru ditebus 4,56 juta ton itu pun angka penebusan hingga Desember 2009. Apabila dihitung periode Januari-Oktober hanya sekitar 3,45 juta ton atau sekitar 81 persen dari total alokasi nasional pupuk bersubsidi.

Anggaplah penebusan itu hingga satu tahun, maka masih ada sisa sekitar 700.000 ton. Jika para spekulan ini bisa menebus 100.000 ton pupuk subsidi dan bisa dijual dengan harga lebih mahal Rp 500 per kg, mereka bisa mengantongi Rp 50 miliar. Belum lagi jika pupuk itu dijual ke kebun yang saat ini harganya Rp 2.700 per kg di lini I (pabrik).

Namun, cara itu tidak mudah karena spekulan harus bisa mengatur dokumen serapi mungkin. Paling tidak, mereka harus rapi bekerja sama dengan kelompok tani dan instansi terkait untuk membuat dokumen yang benar.

Hal ini harus dilakukan agar pupuk bisa ditebus di lini III dan IV, pabrikan bisa mencairkan angka subsidi, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Meskipun sulit, peluang itu tetap bisa dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com