MAKASSAR, KOMPAS
Tobo (48), petani di Desa Titibatu, Pallangga, Kamis (12/8), mengatakan, hasil panen dari lahan 300 meter persegi sebanyak 500 kilogram (kg) cabai merah keriting. Dengan harga jual Rp 20.000 per kg, ia hanya mendapat keuntungan Rp 3 juta karena biaya operasional sejak pupuk urea naik dua bulan lalu mencapai Rp 7 juta.
”Lonjakan harga hanya dinikmati para tengkulak karena
Ia juga membantah tingginya harga cabai karena stok tersendat menyusul musim hujan berkepanjangan. Petani di Pallangga pada umumnya menanam cabai merah keriting di dataran tinggi agar tidak terendam.
Irham (33), petani cabai di Desa Toddotoa, mengatakan, curah hujan yang tinggi belakangan ini tidak mengganggu produksinya. Dari lahan sewaan seluas 200 meter persegi, cabai merah keriting yang dihasilkan mencapai 350 kg setiap panen. Dengan penghasilan Rp 7 juta saat panen, ia hanya mendapat laba Rp 1,5 juta setelah dipotong biaya operasional.
”Seharusnya harga cabai merah besar atau keriting paling mahal Rp 35.000 per kg. Kalau ada yang menjual sampai Rp 60.000, itu sama saja merugikan petani dan konsumen,” katanya.
Saat memantau harga dan stok kebutuhan pokok di Pasar Terong, Kota Makassar, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo pun menegur beberapa pedagang cabai. Ia meminta agar pedagang tidak mengambil keuntungan terlalu banyak sehingga membebani konsumen. Dalam pemantauan ini terungkap bahwa pada umumnya pedagang membeli cabai merah besar
”Mestinya pedagang menjual cabai merah Rp 40.000 kepada konsumen. Kalau ambil untung hingga lebih dari Rp 20.000 per kg, ini sudah tidak wajar,” ujar Syahrul.