Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pabrik Gula,Riwayatmu Kini

Kompas.com - 18/11/2010, 08:41 WIB

Beberapa penelitian menunjukkan, keengganan para petani menanam tebu bukan hanya karena petani tidak tahu pasti tingkat rendemen tebu yang sebenarnya (meskipun secara formal disebutkan bahwa petani melalui wakilnya dapat memeriksa tingkat rendemen). Namun, para petani mengetahui adanya ”permainan” tingkat rendemen , terutama bila PG berhadapan dengan pengusaha tebu bebas (cukong).

Ada kesan PG memberi tingkat rendemen yang wajar, bahkan lebih tinggi kepada cukong. Sebaliknya, memberi tingkat rendemen rendah untuk tebu petani. Jadi, krisis kepercayaan para petani kepada pabrik gula telah berlangsung lama.

Paling tidak ada tiga faktor yang menyebabkan inefisiensi industri pergulaan nasional terutama di lingkungan PG. Pertama, rendahnya keandalan (profesionality) sumber daya manusia pengelola PG. Kedua, menuanya infrastruksur pabrikasi PG. Ketiga, kurangnya jaringan komuni- kasi dan informasi kemitraan usaha secara intens dengan para petani. Ketiga faktor ini di lingkungan industri pergulaan nasional telah kehilangan kepercayaan publik

Pertanyannya, dari mana kita harus memulainya? Tentunya bukan dengan cara proteksi pasar atau dengan proteksi kewajiban petani menanam tebu dengan menggunakan kekuasaan. Cara-cara seperti ini tak akan pernah dapat mendewasakan industri pergulaan nasional.

PT Telkom bisa dijadikan contoh. Dulu kebesaran PT Telkom diramalkan tinggal kenangan, tapi setelah pasar dibuka ternyata mampu bersaing di pasar global.

Inefisiensi karena ketidak- profesionalan sumber daya manusia sudah waktunya ditebas habis. Inefisiensi di pabrika- si sudah waktunya dibongkar tuntas. Dan inefisiensi di sektor kemitraan usaha dengan para petani sudah waktunya dibabat rata. Karena inefisiensi akan menjadi beban anggaran negara, pada gilirannya membebani rakyat.

Maka, kesulitan struktural jangan dijadikan kambing hitam dan nama BUMN jangan jadi beban. Konsumen dan para petani punya pilihan, tentunya pengelola PG juga punya pilihan: tetap bertahan di PG atau tidak? Jangan sampai peribahasa ”ada gula ada semut” dipelesetkan orang menjadi ”ada gula banyak tikus”.

M SAID SUTOMO Ketua Yayasan LembagaPerlindungan Konsumen (YLPK) Jatim

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com