Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis dan Kapitalisme Etis

Kompas.com - 04/12/2010, 04:00 WIB

MOHAMMAD ERI IRAWAN

Apakah kapitalisme akan limbung setelah ditempa krisis seperti yang terjadi belakangan ini? Sejarah membuktikan, pascakrisis, kapitalisme bukannya limbung, malah berjaya. Dalam jangka pendek, krisis memang akan mengurangi kebebasan ekonomi di sebuah negara. Namun, dalam jangka panjang, kebebasan ekonomi akan kembali seperti sedia kala. Bahkan, lebih kuat.

Lebih menarik lagi, betapapun krisis menimpa sistem ekonomi ini, semakin banyak negara yang justru kian meningkatkan tingkat kebebasan ekonominya. Sejak 1980, berdasarkan Economic Freedom of The World: 2009 Annual Report (James D Gwartney, Robert A Lawson, dkk), hampir semua negara tetap setia pada kapitalisme kendati krisis hadir berulang kali.

Tahun 2008 adalah fase genting dalam sejarah perkembangan kapitalisme ketika krisis memuncak dimulai dari meletusnya problem kredit perumahan yang buruk di Amerika Serikat. Bak gelombang radio, krisis tak terlihat, tetapi nyata kita rasakan. Sektor finansial dunia terjun bebas. Belum ada angka pasti kerugian akibat turbulensi finansial global, tetapi diyakini mencapai puluhan triliun dollar AS.

Serakah itu baik

Sejarah kapitalisme ternyata memang lekat dengan krisis. Sejarah mencatat kapitalisme berjalan tersaruk-saruk. Pada 1637 krisis bertajuk ”Tulip Mania” di Belanda, ”Mississippi Bubble” 1719-1720 di Perancis, ”South Sea’s Fantasy” 1720 di Inggris, 1792 di AS, dan terus berulang di banyak tempat. Dekade 1820 di Amerika Latin, 1837 di AS, 1840 di Inggris, 1893 di AS, 1907 di AS, dan 1920 di AS.

Belum usai, pada 1929 kita menyaksikan seluruh dunia cemas setelah apa yang disebut sebagai ”the Great Depression” mengempaskan banyak sektor ekonomis. Lalu, 1986-1990 krisis menghantam Jepang dengan sebutan ”Japan Sinks”, krisis Asia 1997, limbungnya Long-Term Capital Management pada 1998, ”the Dot Bomb” pada 2000, dan kini kita melihat 2008 yang pilu sesudah transaksi derivatif menggila.

Namun, kapitalisme tampaknya memiliki daya tahan/hidup luar biasa karena ia bisa menginternalisasi satu moral bahwa greed is good, serakah itu baik. Sistem pasar yang bebas ini terus melaju walau secara sinis Bjorn Elmbrant menyebut negara-negara yang kapitalistik sebagai ”jemaah tanpa pemimpin yang berderap sempoyongan sampai akhirnya limbung tersandung kaki sendiri”.

Pada masa lalu, dunia pernah mendapat tawaran panas dari Karl Marx dan Marxisme yang berambisi mematahkan kapitalisme dengan menyodorkan sebuah logika (yang kemudian menjadi gerakan): kapitalisme yang sekarat akan melahirkan revolusi proletariat untuk lahirnya masyarakat tanpa kelas.

Namun, berbagai krisis yang terjadi malah seakan menjadi pupuk penyubur dan pelanggeng sistem ekonomi yang diilhami Adam Smith ini. Roda kapitalisme berderak tiada henti, lebih kencang dan lebih gila dari sebelumnya.

Kegagahan kapitalisme ini memang diakui umumnya kalangan karena ia berhasil menciptakan kenikmatan individual, kesejahteraan ekonomi secara kolektif. Namun, kita juga tahu, kapitalisme menghadirkan jurang kesenjangan yang teramat lebar. Kekayaan satu korporasi nyaris sama dengan kekayaan sejumlah negara miskin. Inilah barangkali yang menjadi pangkal soalnya.

Harus diakui, kapitalisme, kendati dianggap sebagai jalan terang menuju kemakmuran, belum bisa menuntaskan problem kemiskinan dan pengangguran.

Dalam kapitalisme, kelas telah bersilih rupa menjadi sangat personal. Ikatan solidaritas lumer. Yang ada hanya ikatan-ikatan untuk mengeruk penguasaan materi setiap pribadi. Betapapun jahat ukuran hidup semacam ini, ia tetap menjadi pilihan negara-negara dunia.

Untuk itu, kapitalisme tampak membutuhkan sesuatu yang ”tidak kapitalistik”. Semacam off-capitalism yang dapat menjadi semacam rem atau kontrol berupa segugusan sistem etika dan nilai yang menjadi negasi atau setidaknya alternatif dari etika dan nilai kapitalistik. Etika dan nilai yang berpihak kepada orang miskin, yang kita paham, menjadi korban (struktural/sistemik) dari kapitalisme. Etika dan nilai yang mampu memberikan imperasi pada kapitalisme untuk bersikap adil. Dalam arti tidak hanya berpihak kepada elite, golongan tertentu, pemilik kapital saja.

Barangkali gagasan ini klise. Namun, apa yang dapat diharap lebih dari itu. Karena kenyataannya, ternyata, kita tak bisa berbuat apa-apa ketika kapitalisme membuat apa-apa.

MOHAMMAD ERI IRAWAN Periset Ekonomi dan Kebijakan Publik

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Whats New
Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Spend Smart
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com