Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Modal Masuk Asing

Kompas.com - 21/12/2010, 03:35 WIB

Kebijakan pengendalian arus modal masuk dengan penerapan pajak, meski dipergunakan di beberapa negara, secara empiris hasilnya tak sesuai dengan tujuannya. Gillingham and Greenlees (1992) serta Burman dan O’Hara (1994) meneliti dampak perubahan tingkat pajak atas capital gains dalam jangka panjang.

Dengan menggunakan data time series dan data mikro di AS, studi menunjukkan kenaikan tingkat pajak atas capital gains justru mengakibatkan pembalikan aliran modal dan penurunan penerimaan pajak. Saham korporat jauh lebih responsif terhadap kebijakan perpajakan dibandingkan aset lain yang memiliki biaya transaksi tinggi. Meski demikian, jika ada pilihan instrumen pajak untuk mengendalikan, Burman dan Randolph (1994) menemukan bahwa penggunaan kebijakan pajak secara sementara (transitory) memberikan efek yang lebih baik daripada yang bersifat permanen.

Respons Indonesia

Selama 2010, arus masuk modal portofolio sebagian besar masuk ke Surat Berharga Negara (SBN). Meningkatnya arus modal masuk ke SBN memberi manfaat. Pertama, sebagai sumber penting pembiayaan fiskal. Kedua, menurunkan biaya bunga bagi penerbitan obligasi swasta. Namun, meningkatnya pangsa asing di SBN menimbulkan risiko kerentanan pasar domestik terhadap kejutan dari luar dan pembalikan ”kepercayaan” terhadap prospek ekonomi makro. Dibandingkan negara-negara di tingkat regional, pangsa kepemilikan asing di SBN di Indonesia merupakan yang tertinggi (28,3 persen).

Meningkatnya arus modal ke SBN dapat berlanjut karena masih menarik dibandingkan obligasi negara lain. Di lain pihak, jika imbal hasil SBN terus menurun (di bawah 7 persen) akan berpotensi mendorong perbankan melepas SBN dan meningkatkan penanaman ke SBI.

Menghadapi arus modal masuk, BI dan pemerintah perlu menempuh bauran kebijakan yang lebih terkoordinasi. Mengakomodasi nilai tukar yang fleksibel dengan menjaga apresiasi dan volatilitas rupiah adalah benar. Namun, menjaga rupiah pada level sekarang perlu biaya moneter terlalu besar. Saya cenderung intervensi BI dikurangi.

Memupuk cadangan devisa, perlu untuk memperkuat daya tahan perekonomian. Cadangan devisa 100 miliar dollar AS sudah dianggap extra insurance. Perlu dipikirkan penggunaannya ke sektor produktif, misalnya menghimpun dana infrastruktur nasional ataupun negara-negara ASEAN lain.

Menempuh pengelolaan likuiditas secara selektif sudah benar, misalnya memperpanjang waktu kepemilikan SBI, menaikkan GWM sementara, dan memperkecil peluang pihak asing mengakumulasi SBI. Kebijakan ”pengaturan terhadap lalu lintas modal asing” dan secara ketat terus melakukan ”monitoring” terhadap arus modal asing, agar stabilitas moneter dan sistem keuangan tetap terjaga, tetap diperlukan. Saya setuju dengan langkah ini meski harus ada komunikasi yang baik dengan pelaku pasar dan perbankan sehingga tidak ada kesan dilakukan kontrol devisa dan menghalangi bank ekspansi.

Di sisi fiskal, pre-financing obligasi pemerintah sesuai UU APBN-P 2010 seharusnya dapat dilakukan untuk pemenuhan target pembiayaan tahun depan. Peningkatan penerbitan saham perdana yang sebagian besar ditujukan untuk investasi terus didorong. Penerbitan obligasi korporasi perlu diperluas. Penerbitan seri baru obligasi dan saham perlu untuk menambah pasokan instrumen pasar modal sehingga dapat menghindari terjadi ”gelembung” di pasar modal.

Pengendalian arus modal masuk tanpa dibarengi perbaikan di sektor riil akan saja tetap sia-sia. Masuknya arus modal asing tampaknya akan terus terjadi pada 2011 dan jika kita tidak siap menghadapinya, termasuk rencana kontingensi, risiko pembalikan modal akan menghadang.

Anggito Abimanyu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, FEB-UGM, dan Direktur Lembaga Penelitian dan Pelatihan FEB-UGM, Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com