Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Perfilman Harus Lebih Sehat

Kompas.com - 20/02/2011, 09:15 WIB

Terbebasnya film impor dari pajak royalti selama ini serta rendahnya pengenaan tarif bea masuk, PPN, dan PPh untuk film impor dinilai turut mengakibatkan industri film nasional tidak kompetitif bersaing dengan film impor di negeri sendiri.

”Sebagai sebuah karya atau barang jadi, film yang masuk ke Indonesia memiliki dua aspek perpajakan, yaitu sebagai barang impor dan adanya pembayaran royalti atau pemanfaatan hak atas film tersebut oleh pihak yang diizinkan untuk mengedarkan,” ujar Suryo Utomo.

Pengenaan tarif dengan dasar penghitungan nilai yang tetap, yakni 0,43 dollar AS per meter film, dirasa merugikan karena harga sebuah film yang diimpor bisa jauh lebih mahal dari itu. Oleh karena itu, pengaturan kembali dinilai penting.

Secara terpisah, Edy Putra Irawady menegaskan, kenaikan tarif perpajakan atas film impor sebagai barang jadi sebenarnya merupakan hal wajar. Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO mengizinkan negara anggotanya, termasuk Indonesia, untuk melindungi industri dalam negerinya dengan menerapkan bea masuk pada barang jadi yang masuk ke pasar domestiknya.

”Saya pikir itu wajar kalau ada tarif bea masuk untuk barang jadi (film impor). Sebab, sudah menjadi hak kita di WTO untuk menerapkan tarif bea masuk, bahkan hingga 40 persen,” katanya.

Meski demikian, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan, pemerintah masih akan membahas ketentuan perpajakan ini dengan pihak importir film. Dengan begitu, Pemerintah Indonesia, masyarakat penonton film di Indonesia, ataupun para importir film sama-sama tidak menjadi pihak yang dirugikan. ”Pemerintah dan importir sedang mencari win-win solution atas ketentuan itu,” ujarnya.

Bioskop terancam

Terkait keputusan MPA, bioskop di seluruh Indonesia sejak 17 Februari lalu tidak bisa lagi memutar film-film Hollywood milik sejumlah produsen besar anggota MPA. Hal ini meresahkan pengusaha bioskop dan penonton film di Indonesia.

Pendiri dan konseptor Blitzmegaplex, Ananda Siregar, mengatakan, jumlah film Hollywood yang diputar Blitz selama ini sekitar 80 hingga 90 judul per tahun atau sekitar dua pertiga dari semua judul film yang diputar Blitz. Selebihnya, jaringan bioskop ini memutar film nasional dan film asing non-Hollywood. ”Jadi, dampaknya sangat negatif. Kalau berkelanjutan itu menyusahkan,” ujar Ananda.

Dijelaskan Ananda, distributor film asing non-Hollywood sebenarnya bisa mengisi kekosongan film Hollywood di bioskop-bioskop Indonesia. Namun, ia khawatir distributor film asing lainnya juga akan berkeberatan karena ketentuan bea masuk ini berlaku bagi semua film impor.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com