Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 5 Perusak Pertumbuhan Versi Presiden

Kompas.com - 21/02/2011, 12:48 WIB

BOGOR, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membuka Rapat Kerja Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara Terkait Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2025 di Istana Bogor, Senin (21/2/2011), memaparkan lima hal yang merusak pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Kelima penyebab ini dipaparkan Presiden berdasarkan pengalamannya memimpin Indonesia selama enam tahun. Pertama, birokrasi yang berjalan lambat. Pemerintah pusat, terutama birokrasi, kata Presiden, sering lambat dan tidak sejalan dengan apa yang diputuskan Presiden dan para menteri.

"Contohnya, dalam sidang kabinet, sudah diputuskan A, menteri yang bersangkutan mengertinya A. Namun begitu mengalir di kementerian, sering terhenti. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, tidak ada kabar berita. Konon, katanya sedang didiskusikan kembali. Ini tidak boleh. Boleh argue sepanjang keputusan tersebut bertentangan dengan UUD dan undang-undang. Namun, tidak boleh terhenti hanya karena tidak mau (menjalankan)," kata Presiden.

Turut hadir pada rapat tersebut semua kepala daerah di Indonesia, jajaran anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, jajaran Komite Ekonomi Nasional dan Komite Inovasi Nasional, para staf khusus Presiden, jajaran Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, unsur pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian, serta pejabat eselon satu terkait.

Penyebab kedua, adanya konflik kepentingan di tingkat pelaksanaan. "Terhambat karena sang bupati dan wali kota tidak setuju. Dan, saya baru dilapori belakangan. Kalau alasannya masuk akal, boleh. Namun, tidak boleh (terhambat) hanya karena wali kota dan bupati tak mau menjalankannya. Padahal, itu investasi guna menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi pengangguran, dan menggerakkan ekonomi lokal. Saya tidak ingin ini terjadi lagi. 100 billion, 200 billion, 300 billion, sia-sia. Mencarinya susah payah, termasuk saya turun gunung untuk menggandeng investor supaya investasi mengalir ke daerah," ujar Presiden.

Ketiga, investor kerap ingkar janji. Keempat, adanya regulasi yang menghambat tetapi tak segera diselesaikan. Kelima, adanya kepentingan atau proses politik yang tidak sehat.

"Mari kita berpikir jernih. Politik seharusnya membawa solusi. Tidak boleh diartikan untuk kepentingan sempit yang mengunci segalanya," tuturnya.

Presiden meminta lima "penyakit" ini segera diatasi. "Mari kita bersama-sama bertanggung jawab kepada rakyat," katanya.

Lima instruksi

Pada kesempatan tersebut, Presiden juga memberikan lima instruksi khusus kepada para peserta rapat. Pertama, Presiden meminta semua pihak bersungguh-sungguh menyukseskan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi.

"Yang kedua, sebagian besar proyek akan dijelaskan, akan berdiskusi. Ada yang megaproyek karena nilai investasinya puluhan triliun rupiah. Itu berjangka menengah dan berjangka panjang. Jadi, jangan berharap kita dapat panen dalam waktu satu, dua, atau tiga tahun. Mungkin ada yang sudah panen dalam waktu lima tahun, termasuk quick win. Namun, ada juga yang panennya 5, 10, atau 15 tahun mendatang. Oleh karena itu, meskipun panennya bukan pada era kita, manfaat besar itu tetap dirasakan," kata Presiden.

Ketiga, Presiden meminta jajarannya tetap konsisten pada rencana induk kendati pada masa mendatang ada perubahan dan modifikasi tertentu.

Keempat, pemerintah daerah diminta benar-benar aktif memastikan proyek investasi benar-benar terlaksana.

Kelima, Presiden meminta pembangunan ekonomi dapat diintegrasikan dan disinergikan dengan rencana induk percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com