Palangkaraya, Kompas
Di Kalimantan Tengah, misalnya, kapasitas maksimal jalan sebenarnya hanya delapan ton. Namun kenyataannya, banyak kendaraan pengangkut dengan muatan sumbu terberat (MST) hingga 11 ton.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kalteng Ridwan Manurung di Palangkaraya, Kamis (3/3), membantah anggapan bahwa instansinya sengaja membiarkan pelanggaran itu.
”Bukan dibiarkan, tapi persoalannya kami hanya memiliki dua jembatan timbang di Kabupaten Kapuas dan Barito Timur,” katanya.
Pengamatan Kompas, kerusakan terjadi di jalan Transkalimantan, baik dari arah Palangkaraya ke Banjarmasin maupun Sampit ke Pangkalanbun. Jalur ini merupakan jalur angkutan kelapa sawit dengan truk-truk bermuatan lebih selalu melintas.
Di jalur selatan Jawa Tengah, seperti Banyumas dan Cilacap, pelanggaran muatan terutama dilakukan angkutan-angkutan dari wilayah luar Jateng seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jakarta.
Dari pantauan di jalur tengah dari arah Tegal menuju Purwokerto dan Cilacap, yang merupakan jalur utama angkutan dari Jakarta menuju Yogyakarta, Solo, dan sekitarnya, banyak dijumpai truk-truk dengan muatan begitu berat hingga laju kendaraan sangat pelan dan mudah oleng.
Yoyo Sunaryo (31), sopir angkutan truk yang mengangkut semen dari Jakarta menuju Yogyakarta, mengaku mengangkut muatan seberat 50 ton.
”Aturannya sih sebenarnya hanya boleh angkut 30 ton. Tapi, biasanya tidak ada masalah. Lagipula bukan truk saya saja yang melanggar, tapi hampir semuanya,” katanya saat ditemui di sekitar jembatan timbang Ajibarang, Kamis (3/3).
Kondisi serupa disampaikan Wiyat (29), pengemudi truk kontainer bermuatan limbah besi bekas dari Cirebon, Jabar, dengan tujuan Cilacap. Ia mengakui sering ditegur petugas jembatan timbang karena kedapatan membawa muatan berlebih.
Pengamat jalan dan jembatan ruas Ajibarang-Wangon, Budi Santoso, mengatakan, fungsi jembatan timbang saat ini belum optimal.