Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sayang, Indonesia Tak Akan Singgung Yuan

Kompas.com - 25/04/2011, 12:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan menyinggung masalah perlemahan nilai tukar yuan terhadap rupiah yang terus terjadi sejak akhir tahun 2010 lalu. Padahal, perlemahan yuan terhadap rupiah sudah mulai dicurigai sebagai salah satu penyebab runtuhnya daya saing produk Indonesia di pasar sendiri.

"Tidak, kami tidak akan membahas masalah yuan dengan beliau," ujar Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di Jakarta, Senin (25/4/2011) usai menghadiri Rapat Koordinasi tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan Menteri Koordinator Perekonoman Hatta Rajasa.

Siaran pers yang dipublikasikan Kedutaan Besar China untuk Kerajaan Denmark menyebutkan bahwa Wen Jiabao tidak hanya akan datang ke Indonesia, tetapi juga ke Malaysia. Itu dimungkinkan karena lawatan Wen terjadi karena undangan resmi dari Perdana Menteri Malaysia Dato's Sri Mohd. Najib dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kunjungan akan berlangsung mulai 27 April 2010, dan akan berada di Indonesia rencananya antara 28-30 April 2011.

Dalam siaran pers yang sama disebutkan bahwa dalam kunjungan tersebut Wen akan membicara secara mendalam pertukaran pandangan atas pembangunan bilateral ketiga negara. Pembicaraa juga akan mengarah pada pendalaman hubungan yang saling menguntungkan dalam berbagai area, terutama isu-isu internasional dan regional.

Kunjungan Wen juga akan memperkuat ikatan kerjasama antara China-Malaysia dan China-Indnoesia. Hubungan tersebut diharapkan akan mendorong kerjasama China-ASEAN menuju perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan di kawasan.  

Pada 26 Desember 2010, yuan masih bercokol di Rp 1.359,34, adapun pada 18 April 2011 sudah melemah ke level Rp 1.328,06 per yuan atau melemah 2,36 persen.     

Nilai tukar rupiah terhadap yuan seperti itu membuat barang-barang produksi Indonesia tidak akan sanggup bersaing saling berhadap-hadapan langsung,bahkan di pasar sendiri. Pemerintah tengah memikirkan cara untuk renegosiasi ACFTA.

Sebelumnya, Pemerintah menangkap peluang risiko yang bisa muncul dari nilai tukar yuan yang terus melemah terhadap rupiah. Pelemahan yuan tersebut merupakan salah satu penyebab turunnya daya saing produk Indonesia terhadap barang China, tetapi tidak mudah meminta Pemerintah China untuk menyeimbangkan masalah nilai tukar ini. (Kompas, 19/4/ 2011).     

Menurut Mari, sementara ini,Indonesia berlindung pada perjanjian pertukaran mata uang bilateral (bilateral swap arrangement/BSA) dengan China. Namun, perjanjian ini belum diaktifkan. Atas dasar itu, Mari sangat berharap Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) segera menyelesaikan proses pembahasan BSA tersebut.     

"Kami sudah punya pertukaran mata uang yuan dan rupiah. Ini belum jalan. Hal itu menjadi pekerjaan rumah untuk BI dan Kementerian Keuangan sehingga nanti perdagangannya langsung antara yuan dan rupiah. Sementara ini, kami masih memakai dollar AS," ujarnya.     

Hingga akhir 2010, barang Indonesia yang diekspor ke China nilainya 49,2 miliar dollar AS, sedangkan barang China yang diekspor ke Indonesia nilainya 52 miliar dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia defisit sekitar2,8 miliar dollar AS. Neraca ini masih berdasarkan catatan China, sedangkan menurut catatan Indonesia, defisit yang dialami sebenarnya mencapai 5 miliar-7 miliar dollar AS.

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com