Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Mampu Bayar Iuran secara Bertahap

Kompas.com - 03/08/2011, 04:25 WIB

Jakarta, Kompas - Pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional kini tinggal menunggu kemauan politik pemerintah. Negara sebenarnya memiliki anggaran yang memadai untuk membayar iuran jaminan sosial rakyat secara bertahap.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar di Jakarta, Selasa (2/8). Pemerintah dan DPR masih membahas Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

”Sebenarnya, sangat mampu APBN kita menanggung jaminan sosial yang memang dilakukan secara bertahap. Dananya bisa dialokasikan dari pos bantuan sosial sehingga tidak akan mengganggu ruang fiskal yang berkisar 9 persen,” ujarnya.

Pembahasan RUU BPJS selama dua bulan terakhir penuh perdebatan, antara lain soal kemampuan negara mengiur dan peralihan PT Jamsostek (Persero), PT Askes (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri kepada BPJS baru. DPR menginginkan keempat BUMN beralih menjadi BPJS, sementara pemerintah ingin membentuk BPJS jaminan kesehatan dasar bagi rakyat miskin.

Pemerintah mengalokasikan dana bantuan sosial senilai Rp 86 triliun dalam APBN 2011, naik dari Rp 68,6 triliun tahun 2010 dan Rp 73,8 triliun tahun 2009. Saat ini, pemerintah sudah menanggung jaminan kesehatan masyarakat bagi 76,4 juta rakyat miskin ditambah pemerintah daerah yang sudah menanggung sedikitnya 31 juta rakyat dalam program Jamkesda.

Menurut Timboel, pemerintah dibayangi ketakutan defisit bakal naik jika harus menanggung iuran jaminan sosial. Kondisi ini sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan karena rakyat akan memahami sepanjang defisit APBN terjadi demi menjalankan jaminan sosial seperti yang terjadi di Amerika Serikat saat ini.

Secara terpisah, Wakil Presiden RI periode 2004-2009 Muhammad Jusuf Kalla menyatakan, empat lembaga, yaitu Jamsostek, Taspen, Askes, dan Taspen, memiliki fungsi yang berbeda sehingga tidak bisa digabungkan dalam satu BPJS.

Namun, keempat lembaga tersebut harus keluar dari badan hukum BUMN menjadi bersifat nirlaba serta berbentuk wali amanat.

”Tidak mungkin uang kepesertaan buruh dan pekerja digabungkan dengan uang TNI/Polri. Jadi, biarkan saja empat lembaga yang ada itu menjalankan fungsinya masing-masing. Akan tetapi, tidak bisa mereka tetap di bawah Kementerian BUMN. Keempatnya harus wali amanat dan nirlaba. Investasinya harus terbuka dan untuk kepentingan peserta dan bukan untuk BUMN lagi,” kata Kalla. (Ham/har)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com