Pekalongan, Kompas
Optimisme kekuatan posisi Indonesia tersebut diungkapkan sejumlah perajin batik pekalongan di Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (17/9), dalam persiapan World Batik Summit, 28 September-2 Oktober, yang akan diselengarakan di Jakarta.
Bupati Pekalongan Amat Antono dan Wali Kota Pekalongan Baasyir prihatin apabila perajin tidak dapat memanfaatkan momentum skala internasional tersebut untuk menunjukkan eksistensi Pekalongan sebagai kota batik, terlepas dari berbagai persoalan yang membelit kegiatan perajin batik.
Romi Oktabirawa, perajin batik, optimistis upaya Indonesia mempertahankan pengakuan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tentang batik sebagai warisan budaya tak benda masih tidak tergantikan oleh negara lain.
Manajer Finansial PT Rehal Traco (Grup Gabungan Koperasi Batik Indonesia/GKBI) Hidayat Zulkarnaen mengatakan, komitmen menjaga kekuatan industri batik dilakukan oleh GKBI yang selama ini memasok kain untuk membatik. ”Kami tetap menutup keran ekspor kain primis. Semua kain ini difokuskan untuk kebutuhan perajin batik di Indonesia,” kata Hidayat.
Staf Ahli Kementerian Perindustrian Fauzi Azis mengatakan, setelah pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan tak benda, paling tidak ada tiga aspek perlindungan terhadap tradisi dan kebiasaan sosial serta perlindungan terhadap industri kerajinan batik di seluruh Indonesia. Namun, yang dibutuhkan saat ini adalah undang-undang batik.
Direktur PT Rehal Traco (Grup GKBI) Nanggolo M Adji mengatakan, konsumen selama ini diam-diam tertipu dalam mengenal batik. Ada batik printing dapat dikombinasi dengan cap. Ada pula kain bermotif batik yang aromanya mirip dengan batik tulis. Untuk itu, edukasi perlu agar perajin memahami jenis-jenis kain.