Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bubarkan Petral?

Kompas.com - 01/03/2012, 04:36 WIB

Perdagangan minyak (oil trading) di Singapura berlomba memengaruhi harga yang tendernya diselenggarakan oleh Platts (Mid Oil of Platts) yang menjadi acuan harga regional. Untuk ikut tender, bisnisnya harus transparan. Setahu saya, sejak 2002 Petral sudah mendapatkan sertifikat Approved Oil Trading Firm yang berhak mendapatkan 5 persen diskon pajak.

Di sinilah masalahnya. Tata kelola yang baik (good governance) adalah musibah bagi broker. Politisi masih berpikir cara lama bahwa dagang minyak bisa dilakukan tabrak lari. Padahal, menjadi negara maju butuh cara berpikir baru. Generasi C (connected, curious, dan cracker generation) sudah lahir dengan kewirausahaan cara baru, tetapi politiknya masih barbar dan bergaya makelar. Tidak dituruti disandera, dituruti mati semua.

Jadi, dagang minyak butuh persatuan, bukan saling menerkam. Tengok saja bagaimana serigala menerkam order minyak Indonesia. Saat kilang Cilacap turun mesin (artinya Indonesia harus impor dalam jumlah besar), dan saat Petral belum tahu, pedagang minyak sudah tahu lebih dulu. Mereka juga bisa menciptakan antrean di pom-pom bensin yang membuat gubernur panik, tetapi di Singapura order harga spot sudah ditunggu.

Jadi, Petral harus diisi orang-orang cerdas berintegritas. Kalau tidak, dipaksa membeli dari pasar spot dengan harga lebih mahal dari kontrak jangka panjang. Minyak spot juga butuh kapal spot yang mahal.

Apa ingin punya eksekutif dagang yang hanya jago membuat justifikasi (bahwa minyak harus dibeli di pasar spot), padahal kepanjangan tangan serigala? Serigala, makelar, dan koruptor adalah sahabat orang-orang yang integritasnya lemah.

Jauhkan politisi

Bagi perusahaan kelas dunia, oil trading company adalah trading arms yang tidak dapat dihindari. Maka, kalau Indonesia ingin ketahanan energinya bagus, perencanaan yang kuat dan tata kelola yang baik adalah kata kuncinya. Saya kira gagasan membubarkan Petral yang diajukan Menteri BUMN Dahlan Iskan adalah sebuah gagasan tulus agar Pertamina bersih dari urusan politik dan Petral jauh dari praktik korupsi. Tetapi, ini harus dijawab dengan argumentasi apakah benar ia lebih layak dibubarkan?

Apa benar kalau ditaruh di Jakarta dan ditangani oleh perusahaan lain jadi lebih baik? Ini adalah sebuah tantangan yang tulus. Kalau ini mau dicapai, Indonesia harus bisa keluar dari perangkap ”pasar spot” dengan isu ”keamanan nasional”. Jelas perencanaan energi nasional harus lebih diperhatikan.

Kedua, daripada dibubarkan yang berarti nilai intangibles-nya bisa hilang, sebaiknya saham Pertamina dan Petral dicatatkan di bursa agar semakin transparan.

Ketiga, ketahanan energi tidak hanya butuh jaminan pasokan dan infrastruktur yang baik. Juga mendesak adalah penanganan terhadap kekacauan politik yang sengaja diciptakan koruptor dan oknum politisi yang menggunakan entitas bisnis sebagai sumber dana pesta demokrasi 2014. Jadi, para politisi hendaknya menjauh dari bisnis minyak. Broker adalah cara-cara pembiayaan kekuasaan masa lalu yang sudah tidak relevan. Saya tak membayangkan kalau Petral dipindahkan ke Jakarta yang belum sanggup menjadi financial hub. Duh Gusti!

Rhenald Kasali Guru Besar Manajemen UI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Whats New
Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Whats New
Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Whats New
Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Whats New
KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

Whats New
Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Whats New
Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Whats New
OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

Whats New
SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

Whats New
Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Whats New
Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Whats New
Libur 'Long Weekend', 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Libur "Long Weekend", 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Whats New
Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Whats New
OJK: Sektor Jasa Keuangan Nasional Stabil

OJK: Sektor Jasa Keuangan Nasional Stabil

Whats New
Sentimen Konsumen di AS Melemah Imbas Inflasi dan Tingkat Bunga Tinggi

Sentimen Konsumen di AS Melemah Imbas Inflasi dan Tingkat Bunga Tinggi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com