Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemulihan Ekonomi Jepang Terhadang Krisis Eropa

Kompas.com - 27/03/2012, 08:00 WIB
Anastasia Joice

Penulis

Apressyanti Senthaury

KOMPAS.com - Topik hangat seputar krisis utang Eropa kelihatannya masih akan bergaung selama tahun 2012. Dampak negatif ancaman resesi ekonomi Benua Biru terindikasi telah berpengaruh hampir ke seluruh negara bahkan, Jepang yang dikenal sebagai negara yang tangguh sekalipun. Padahal Negeri Matahari Terbit itu masih bergulat untuk bangkit pasca tiga bencana besar Maret 2011 lalu.

Akibat gempa itu, belasan ribu warga Jepang menjadi korban, demikian pula perekonomian negaranya. Terjadi defisit untuk pertama kalinya akhirnya sejak tahun 1980. Musibah gempa yang menyebabkan ditutupnya pembangkit tenaga nuklir Fukushima mendorong bertambahnya ketergantungan Jepang pada impor bahan bakar. Berat beban pemerintahan Jepang pun semakin besar.

Sementara itu, walaupun telah tercapai kesepakatan tentang pemberian dana talangan tahap kedua bagi Yunani, zona euro masih dirundung masalah. Jika dicermati secara mendalam, problema sovereign debt negara-negara zona euro belum sepenuhnya terselesaikan. Terlebih indikasi penyebaran sudah mulai nampak menjangkiti Portugal. Begitu pula dengan Spanyol, yang merupakan negara anggota zona euro dengan perekonomian keempat terbesar di kawasan Eropa.

Ancaman penguatan Yen

Kecemasan yang melanda para pelaku pasar berpeluang mendorong kentalnya nuansa risk aversion. Keadaan ini bakal memicu aksi pengamanan portofolio, diantaranya tercermin dengan terus bertambahnya permintaan mata uang safe-haven seperti yen. Kondisi ini akan mengokohkan apresiasi mata uang yen.

Padahal, penguatan yen merupakan situasi yang sangat dihindari dan ditakuti oleh Jepang, selaku negara yang berorientasi pada sektor ekspor. Ancaman penguatan yen pun menjadi salah satu kekhawatiran utama negara pimpinan Perdana Menteri Yoshihiko Noda ini. Apalagi mata uang yen sempat kembali mendekati level kuat yang sama dengan posisi Oktober 2011 lalu pada posisi 75,30-an per dollar AS.

Dengan berlarut-larutnya penyelesaian utang di zona euro, seakan otoritas Jepang harus ikut berdoa pada dewa-dewi Yunani. Meskipun, Bank Sentral Jepang tidak akan membiarkan pergerakan apresiasi yen mengancam perekonomian negara. Intervensi ke pasar valuta asing maupun langkah-langkah kebijakan moneter pun pasti akan ditempuh untuk pengamanan perekonomian mereka.

Berdasarkan catatan, Jepang pernah melakukan intervensi tertinggi pada kuartal terakhir 2011 demi melindungi kepentingan eksportir terimbas naiknya nilai tukar yen. Penjualan mata uang yen diperkirakan mencapai 8,07 triliun yen. Langkah ini dilakukan kala kurs yen melonjak hingga ke rekor terkuatnya pasca Perang Dunia kedua, yakni di level 75,30 terhadap dollar AS. Langkah diam-diam itu merupakan langkah yang paling logis dalam rangka pengawalan negara, mengingat penguatan yen membahayakan perekonomian Jepang. Sedangkan intervensi terbuka bakal mendapatkan kritik dari luar negeri.

Kebijakan Moneter Longgar BOJ

Mencermati pergerakan yen terhadap dollar AS mulai dari tahun 2000-an, maka dapat diketahui bahwa posisi mata uang Jepang tersebut kian mendominasi. Terutama seiring dengan kian kompleksnya persoalan utang yang melanda kawasan benua Eropa. Ditambah lagi dengan kencangnya isu perlambatan ekonomi yang berhembus akibat problem di zona euro hingga semakin memberatkan langkah Tokyo untuk bangkit dari keterpurukannya. Skenario terburuk pun telah siap dihadapi otoritas Jepang, apabila resiko pelemahan ekonomi meningkat.

Adapun langkah yang harus sesegera mungkin dipersiapkan adalah stabilisasi sistem keuangan. Hal ini dikarenakan yang menanggung segala resiko akibat masalah krisis utang Eropa adalah bank sentral. Bahkan, efek negatif masalah utang di zona euro tak hanya berdampak serius terhadap pasar keuangan dan ekonomi global, tapi juga pada sistem dan kondisi keuangan negara Jepang. Sementara, langkah Bank of Japan (BOJ) memberlakukan target inflasi sebesar 1 persen dibarengi dengan ekspansi pembelian aset sebesar 10 triliun yen hingga total pembelian aset menjadi sebesar 65 triliun yen sempat mengejutkan pasar. Terlebih tujuan bank sentral Jepang tersebut adalah demi penyelamatan ekonomi Negeri Matahari Terbit. Reputasi BOJ terancam di tengah indikasi merosotnya perekonomian negara Kaisar Akihito.

Posisi Jepang di mata dunia

Penegasan peringkat AA- Jepang oleh S&P akhir Februari lalu memunculkan ancaman tekanan fiskal lebih lanjut. Memang, dalam hal posisi aset eksternal Tokyo dinilai solid. Apalagi sistem keuangan negara saudara tua Indonesia ini relatif bagus. Tapi, penelusuran lebih lanjut akan menemukan hasil bahwa fleksibilitas fiskal terus menunjukkan penurunan. Berkepanjangannya deflasi yang menimpa Jepang di tengah faktor penurunan populasi beserta level utang yang tinggi berpeluang membawa Negeri Matahari Terbit tak beranjak dari peringkat kredit berprospek negatif.

Mata uang yen merupakan instrumen devisa internasional. Pemerintah Jepang masih bergulat dengan proposal kenaikan pajak penjualan nasional guna penyelamatan perekonomian negaranya. Bahkan, alokasi dana baru diperlukan otoritas guna menutup beban anggaran layanan sosial yang terus meningkat seiring melonjaknya populasi. Sedangkan ketiga lembaga pemeringkat ternama dunia (Fitch, Moody’s dan S&P) sejauh ini memberikan rating yang sama terhadap kualitas kredit Jepang. Posisi Aa3 oleh Moody’s dan AA- oleh Fitch Rating. Jepang pun telah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi negaranya menjadi 2 persen dibandingkan estimasi di Bulan Oktober 2011 silam yang mencapai 2,2 persen.

Keputusan ini terkait erat dengan perlambatan permintaan luar negri serta kokohnya nilai tukar yen. Kecamuk problema utang yang masih terus membayangi negara-negara anggota zona euro nampaknya bakal terus menghadang pemulihan ekonomi Jepang. Terlebih sektor perbankan Jepang memiliki keterkaitan yang erat dengan anggota zona euro. terutama dengan Irlandia (19,6 miliar dollar AS), Spanyol (24,7 miliar dollar AS) dan yang terbesar dengan Itali (36,4 miliar dollar AS). Inilah salah satu ancaman terbesar yang bisa membawa Tokyo ikut terbebani oleh Europe’s sovereign debt crisis.

Oleh karena itulah, perjuangan otoritas Jepang menyelamatkan perekonomian negara memerlukan dukungan dari semua pihak, baik internal maupun eksternal.  (Apressyanti Senthaury – Treasury Research Analyst BNI)

*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com