Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BLSM, BBM, dan Pemilu 2014

Kompas.com - 30/03/2012, 01:50 WIB

Jumat, 16 Maret 2012, teriknya sinar matahari dan kerasnya tiupan angin amat terasa di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Namun, suasana itu tidak mengurangi semangat Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menceritakan pengalamannya terkait bantuan langsung tunai sebagai kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi pada 2008.

”Saya melihat banyak anak muda menggunakan dana BLT (bantuan langsung tunai) untuk uang muka membeli motor. Saat saya tanya, bagaimana membayar cicilan motor itu selanjutnya, mereka banyak yang menjawab tidak tahu. Apa begini kita mendidik rakyat, menjadikannya seperti pengemis?” tanya Megawati yang saat itu berada di Kupang untuk menemui kadernya.

Namun, buru-buru Megawati menambahkan, omongannya itu dapat dibalik-balik. Apalagi dalam pertarungan politik Indonesia yang keras. ”Namun, kalau mau berpolitik, sebaiknya berpolitik yang baik,” ujarnya.

Kritik Megawati tentang BLT memang membuat dia ”diserang” pada Pemilu 2009. Bahkan, dia sempat berbalas pantun dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengatakan BLT sebagai cara membantu rakyat miskin.

Ketika pertengahan Maret lalu Megawati menceritakan pengalamannya tentang BLT dan sikap partainya menolak rencana kenaikan harga BBM, serangan juga ia terima. Pada Sabtu keesokan harinya, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, di Bogor, menyatakan, mereka yang tak mendukung bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) berarti tak mendukung wong cilik. Wong cilik sebutan yang sering diidentikkan dengan PDI-P.

BLSM serupa dengan BLT, yaitu salah satu kompensasi yang akan diberikan pemerintah jika harga BBM dinaikkan. Besarnya Rp 150.00 tiap bulan untuk 18,5 juta rumah tangga.

Wakil Ketua Fraksi Hati Nurani Rakyat di DPR Syarifuddin Sudding menilai, tudingan seperti yang disampaikan Anas menjadi serangan telak bagi mereka yang menolak kenaikan harga BBM, seperti partainya.

”Kami cukup repot juga dengan tudingan itu karena seperti dihadapkan dengan rakyat. Pasalnya, opini yang dibangun, menolak kenaikan harga BBM berarti menolak BLSM. Menolak BLSM adalah melawan kemakmuran orang kecil,” ujar Sudding.

Hal senada disampaikan Bambang Soesatyo, anggota Badan Anggaran dari Fraksi Partai Golkar. Bambang bahkan melihat Partai Demokrat memanfaatkan isu BLSM untuk menaikkan kembali citranya yang hampir setahun terakhir melorot karena kasus korupsi yang melibatkan kadernya. Padahal, BLSM harus dimunculkan dengan risiko naiknya harga BBM.

Bambang mengatakan, perlunya kenaikan harga BBM masih dapat diperdebatkan. Dengan menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 per liter, negara menghemat dana subsidi sekitar Rp 53 triliun. Dari penghematan itu, Rp 30,6 triliun untuk kompensasi dan Rp 23 triliun untuk tambahan belanja pemerintah.

”Jika BBM tidak dinaikkan, Rp 23 triliun untuk tambahan belanja pemerintah dapat dicari. Misalnya dari penghematan pemerintah di tahun 2011 sebesar Rp 18,8 triliun dan tambahan pemasukan dari pajak Rp 5 triliun,” papar Bambang.

Namun, jika harga BBM tidak naik, tidak ada dana kompensasi yang antara lain berupa BLSM. ”Jadi, di balik rencana kenaikan harga BBM, memang tercium adanya kepentingan politik partai tertentu untuk merebut suara di Pemilu 2014,” ujarnya.

Kepentingan politik ini semakin terlihat karena dari dana kompensasi Rp 30,6 triliun hanya Rp 5 triliun untuk subsidi transportasi. Sisanya, sekitar Rp 25,6 triliun, untuk BLSM.

Belakangan anggaran untuk BLSM dipotong menjadi Rp 17 triliun karena hanya diberikan selama enam bulan dari rencana sebelumnya selama sembilan bulan. Sebanyak Rp 8 triliun dialihkan untuk pembangunan infrastruktur pedesaan.

Bambang mengaku, Golkar termasuk yang memperjuangkan dana untuk pembangunan infrastruktur pedesaan. Namun, dia mengelak saat ditanya apakah itu terkait dengan program Golkar yang banyak menyasar desa dan punya banyak kader yang menjadi kontraktor.

”Jika dana kompensasi untuk infrastruktur akan lebih bermanfaat dan adil. Citra baik tidak hanya dirasakan pemerintah pusat, tetapi juga para kepala daerah,” papar Bambang sembari menambahkan, Golkar menjadi partai yang paling banyak memiliki kepala daerah.

Jika dipakai untuk BLSM, dana kompensasi akan habis dikonsumsi. Uang yang diterima lewat BLSM juga tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga. ”BLSM hanya menguntungkan pemerintah pusat dan Partai Demokrat,” katanya.

”Saya menduga, setelah BLSM keluar akan ada iklan seperti ’Terima kasih Bapak Presiden, dengan BLSM kami dapat membuka warung’ atau ’Terima kasih Bapak Presiden telah memperhatikan kami.’ Jika iklan itu dipasang oleh Partai Demokrat akan mengena sekali karena Presiden Yudhoyono menjadi tokoh utama di partai itu,” tutur Bambang.

Menurut Bambang, ada 18,5 juta rumah tangga penerima BLSM yang berpotensi ”terbeli” dengan kebijakan BLSM. Potensi suara yang diperoleh akan lebih besar lagi di awal 2014 atau akhir 2013 jika pemerintah menurunkan harga BBM.

Saan Mustopa, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat yang juga anggota Badan Anggaran, mengaku tidak berpikir partainya akan mengklaim BLSM. ”Namun, kalau pemerintah, saya tidak tahu,” ujar Saan saat ditanya kemungkinan partainya mengiklankan program BLSM.

Saan mengatakan, partainya memperjuangkan BLSM karena kebijakan itu dibutuhkan untuk melindungi daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM. ”Konsep BLSM memberi ikan, bukan kail. Jika harga BBM tidak naik, beban APBN akan semakin berat dan ekonomi nasional terancam,” katanya.

Di tengah berbagai polemik tentang BBM, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menuturkan, yang dibutuhkan dari pemerintah saat ini adalah keteladanan hidup sederhana. ”Menteri, misalnya, tidak usah memakai mobil mewah. Cukup kelas Toyota Kijang,” kata politisi dari Partai Demokrat itu.

Ironisnya, kesederhanaan dan apalagi kejujuran ini semakin sulit dicari dalam politik Indonesia saat ini. (M Hernowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com