Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Myanmar Masih seperti Dulu?

Kompas.com - 12/08/2012, 04:04 WIB

Dari kronologi itu, tambah Robertson, aparat keamanan terlihat tak mampu mengatasi dan meredam konflik yang terjadi. Belakangan diketahui mereka malah terlibat aktif menjadi pelaku pelanggaran HAM atas warga Rohingya, terutama ketika pasukan paramiliter NaSaKa ikut diterjunkan ke lapangan.

Peraturan diskriminatif

Sikap penolakan dan ketidakpedulian yang ditunjukkan Thein Sein saat bertemu Guterres ironisnya justru secara legal dilindungi sebuah aturan perundang-undangan tentang kewarganegaraan Myanmar tahun 1982.

Dalam UU itu dinyatakan, seseorang atau kelompok etnis hanya diakui sebagai warga asli Myanmar dan berhak atas status kewarganegaraan hanya jika bisa membuktikan mereka punya nenek moyang yang tinggal dan hidup di wilayah Myamar sejak tahun 1823.

Ketentuan tersebut menetapkan 135 etnis di Myanmar diakui sebagai penduduk dan warga asli Myanmar. Jumlah itu lebih sedikit dibandingkan ketentuan serupa yang diatur dalam produk hukum pemerintah sebelumnya, yakni 144 etnis.

Dalam UU tahun 1982 itu, etnis Rohingya dan beberapa etnis minoritas lain, seperti Panthay, Ba Shu, dan enam etnis lainnya tidak diakui.

Produk hukum itu dihasilkan di masa junta militer masih sangat berkuasa. Jauh sebelum UU itu dibuat dan disahkan, Pemerintah Myanmar juga berkali-kali mengeluarkan kebijakan keras terhadap warga Rohingya yang mengarah pada pelanggaran HAM berat dengan tujuan mengusir mereka keluar dari Myanmar.

Kebijakan itu berdampak sangat mengerikan terhadap warga Rohingya. Lantaran keberadaan mereka tak diakui, warga Rohingya kehilangan banyak hak dasar sebagai warga negara, seperti hak mendapat atau memiliki tempat tinggal, pekerjaan, dan kesejahteraan.

Kehidupan warga Rohingya pun sangat dibatasi. Mereka dilarang menikah tanpa mengantongi izin resmi. Setelah menikah, mereka tidak diperbolehkan punya anak lebih dari dua orang. Mobilitas warga Rohingya juga sangat dibatasi dan tidak memiliki paspor.

Dengan status mereka itu, anak-anak Rohingya juga kehilangan hak dan akses terhadap pendidikan serta kesehatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com