Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ngada Target Ekspor Kopi Organik 65 Ton

Kompas.com - 11/09/2012, 03:01 WIB

Bajawa, Kompas - Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, tahun ini menargetkan mengekspor 65 ton kopi arabika organik melalui PT Indocom Persada Sidoarjo ke Amerika Serikat. Tahap pertama, 14 unit pengelolaan hasil kopi di Ngada telah mengirim 32,5 ton dan tahap kedua, yakni pekan depan, dikirim lagi 32,5 ton.

”Ekspor kopi arabika ke AS dilakukan sejak 2011. Saat itu hanya dikirim 18,8 ton. Tahun ini volume ekspor meningkat karena produksi melimpah,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Ngada Corsin Wea, dihubungi di Bajawa (ibu kota kabupaten), Senin (10/9).

Tim importir Amerika Serikat pada 2010 pernah datang ke Bajawa untuk melihat dari dekat proses budidaya dan pengolahan kopi arabika. Kopi dengan merek Arabica Flores Bajawa (AFB) itu dibeli langsung Indocom masih berupa kulit tandu (hs) dari unit pengelolaan hasil (UPH) dengan harga Rp 35.500 per kilogram.

Selain AS, permintaan kopi juga datang dari Jerman, Belanda, dan Jepang, masing-masing 200 ton. Namun, sejauh ini baru terpenuhi 50-100 ton per tahun.

Sebanyak 14 UPH kopi Ngada bekerja sama dengan pusat penelitian kopi dan kakao di Jember, Jawa Timur, untuk mempertahankan mutu kopi arabika organik yang berkualitas. Tenaga khusus dari Jember melakukan pelatihan dan pendampingan terhadap 14 UPH yang ada dengan setiap UPH 1-2 pendamping selama beberapa pekan.

Kopi arabika organik tersebar di dua kecamatan di Ngada, yakni Golewa dan Bajawa. UPH membeli kopi gelondongan (buah merah) dari petani dengan harga Rp 4.000-Rp 5.000 per kg. Kopi ini diproses jadi kopi kulit tandu (hs), lalu dibeli PT Indocom Persada Sidoarjo sebagai eksportir.

Tahun 2011, Pemkab Ngada mengangkat citra kopi setempat untuk mendapat sertifikat indikasi geografis guna mendapatkan hak kekayaan daerah dari Kementerian Hukum dan HAM. Tujuannya, produk kopi Bajawa terlindungi secara hukum.

Usulan ini berdasarkan nominasi yang dimenangi kopi bajawa tahun 2010 sebagai kopi dengan kualitas 10 terbaik di Indonesia. ”Tahun ini kami mendapatkan sertifikat indikasi geografis tersebut. Kopi sudah memiliki label, yakni Arabica Flores Bajawa, disingkat AFB. Ini hak paten, milik Bajawa,” ujar Wea.

Kesulitan utama, modal yang dimiliki UPH untuk membeli kopi gelondongan dari petani terbatas. Kopi gelondongan yang dibeli tetap mengacu pada standar AFB demi menjaga mutu kopi Ngada.

Frans Ria (60), petani kopi dari Kampung Bena, Kecamatan Bajawa, mengatakan, harga kopi gelondongan yang dibeli UPH saat ini Rp 4.800 per kg, sementara para tengkulak menghargai Rp 4.300 per kg. Produksi kopi gelondongan di tangan petani lebih banyak dibandingkan tahun 2011, tetapi daya beli UPH terbatas sehingga kebanyakan petani menjual ke tengkulak.

”Kami lebih suka jual ke UPH, tapi mereka tidak bersedia membeli dalam jumlah banyak. Tengkulak selalu siap membeli sebanyak mungkin sesuai stok di petani,” ujar Frans. (KOR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com