Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solusi Permanen Migas

Kompas.com - 20/11/2012, 11:05 WIB

Keputusan MK No 36/PUU-X/2012 tanggal 13 November yang membubarkan BP Migas merupakan langkah yang sangat tepat karena kehadiran BP Migas telah menghilangkan kedaulatan negara dan merugikan negara secara finansial. MK juga memutuskan bahwa semua pasal-pasal UU Migas yang mengandung frasa ”Badan Pelaksana”, seperti Pasal 11 Ayat 1, Pasal 20 Ayat 3, Pasal 21 Ayat 1, dan Pasal 49, dinyatakan tak berlaku. MK juga memutuskan, Pasal 1 Angka 23, Pasal 4 Ayat 3, Pasal 41 Ayat 2, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat 1, Pasal 59 Huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 dari UU Migas No 22/2001 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam merespons pembubaran BP Migas, Presiden SBY bertindak cepat dengan mengeluarkan Peraturan Presiden No 95/ 2012 tentang Pengalihan Tugas dan Fungsi Usaha Hulu Migas dari BP Migas ke Satuan Kerja Sementara Usaha Hulu Migas (SKSUHM) yang langsung di bawah koordinasi Menteri ESDM. Segala kontrak yang dibuat BP Migas tetap berlaku.

Perpres ini harus dilihat sebagai solusi yang sangat sementara karena SKSUHM yang menggantikan BP Migas berbentuk dan berstatus mirip BP Migas yang merupakan lembaga pemerintah, bukan merupakan entitas bisnis. Dengan demikian, kelemahan yang ada pada BP Migas masih melekat pada diri SKSUHM.

Menuju solusi permanen

Ke depan, perlu dicari solusi permanen. Di sektor tambang, model kontrak karya berdasarkan UU No 11/1967 di mana pemerintah berkontrak langsung dengan perusahaan asing/swasta jelas bukan merupakan model yang baik. Pemerintah kehilangan kekuasaan untuk sekadar menaikkan royalti. Demikian juga rezim izin usaha pertambangan (IUP) berdasarkan UU Minerba No 4/2009 di mana pemerintah/bupati berhubungan/bernegosiasi langsung dengan perusahaan asing/swasta dalam memberikan izin usaha pertambangan/konsesi. Kasus Churchil yang menuntut pemerintah Rp 18 triliun adalah bukti bahwa rezim IUP merugikan negara karena masih termasuk berpola ”B to G” meski hubungannya vertikal. Rezim IUP serupa dengan rezim ”konsesi” yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda kepada perusahaan tambang berdasarkan Indische Mijnwet tahun 1899.

Untuk itu, kiranya akan lebih bijaksana apabila Perpres No 95/2012 disempurnakan dengan perpres baru atau dengan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) yang seyogianya merupakan cikal bakal dari solusi final yang nantinya akan diatur oleh UU yang baru tentang migas yang akan dibuat oleh DPR dan pemerintah. Terlebih, selain MK memutuskan pembubaran BP Migas, MK juga telah mencabut beberapa pasal yang lain, termasuk Pasal 61 dan 63 yang mengatur peralihan dari Pertamina ke BP Migas pada saat UU Migas mulai berlaku.

Solusi untuk mengalihkan tugas dan fungsi BP Migas ke Pertamina jauh lebih efisien, rasional, konstitusional, dan bisa membuka peluang pemanfaatan aset/kekayaan migas untuk melunasi utang negara (Rp 1.900 triliun) dan sebagai sumber pembiayaan infrastruktur secara masif dengan jalan memonetisasi aset berupa cadangan terbukti (proved reserves) migas yang ada di perut bumi. Kebijakan ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan sifat dari cadangan terbukti migas (dan bahan tambang mineral dan batubara) yang dapat menjadi agunan lewat sistem perbankan (bankable), dan sifat dari aset cadangan terbukti yang dapat diperdagangkan (tradeable) melalui sistem pasar modal/pasar komoditas meski keberadaan komoditasnya masih di perut bumi.

Kurtubi Alumnus Colorado School of Mines, Denver, dan Ecole Nationale Superieure du Petrole et des Moteurs, Paris

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
BP Migas Dibubarkan

 

Baca juga:
Empat Strategi Menkeu Tingkatkan Perekonomian RI
Audit BPK atas BP Migas, Nilainya 6?
Menteri ESDM Bantah BP Migas Hanya Ganti Baju
Alasan Pembubaran BP Migas
Kronologi Pergeseran Pengelolaan Sumber Daya Migas Indonesia

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com