Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Redenominasi, Kini Giliran Indonesia

Kompas.com - 26/02/2013, 03:22 WIB

Pada Januari 2010, pemerintah menggulirkan isu redenominasi yang berarti penyederhanaan pecahan nilai rupiah. Redenominasi yang digagas pemerintah dan Bank Indonesia itu adalah penghilangan tiga digit terakhir rupiah tanpa menurunkan nilai tukar mata uang tersebut.

alam mengambil opsi redenominasi, pemerintah tak bisa sekonyong-konyong, tetapi perlu waktu beberapa tahun. Untuk itu, perlu sosialisasi kepada semua lapisan masyarakat agar mereka tahu mengapa langkah redenominasi perlu dan tepat. Tanpa pemahaman menyeluruh, langkah ini tak akan berhasil.

Pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintah adalah hal biasa. Mereka yang pro tetap perlu mendapat sosialisasi dan pemerintah wajib menjaga kepercayaan mereka. Untuk mereka yang kontra juga bukan kelompok yang harus dimusuhi. Mereka perlu pengertian dan pemahaman yang benar karena tak semua orang pakar di bidang ekonomi.

Kegiatan ekonomi yang mereka tahu adalah aktivitas ekonomi sederhana dalam skala kecil atau rumahan. Pemerintah harus memberi pengertian dalam bahasa sederhana dan mudah dipahami.

Negara yang berhasil melaksanakan redenominasi adalah Turki. Negeri itu memerlukan waktu tujuh tahun untuk berhasil melakukan redenominasi mata uangnya. Tahun 1994 nilai tukar mata uang Turki terhadap dollar Amerika Serikat adalah 1 dollar AS ekuivalen 1,6 juta lira.

Setelah persiapan tujuh tahun, mulai 1 Januari 2005, pada awal tahun anggaran Turki meredenominasi lira dengan menghilangkan enam angka nol. Redenominasi berlangsung mulai awal tahun anggaran agar semua catatan pembukuan keuangan negara dan perusahaan langsung menggunakan mata uang baru dengan angka nominal lebih kecil.

Sementara Brasil perlu waktu 8 tahun untuk meredenominasi mata uangnya. Namun, sejumlah negara lain, seperti Rusia, Argentina, Zimbabwe, dan Korea Utara, gagal melakukan upaya sama.

Agar redenominasi berhasil, ada sejumlah persyaratan, antara lain stabilitas makroekonomi sebelum, saat, dan sesudah menerapkan redenominasi, aturan hukum yang melandasinya, dan dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat setelah sosialisasi terlaksana menyeluruh.

Ide masyarakat

Haris Setyawan, mahasiswa semester III Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bhayangkara Surabaya, berpendapat, redenominasi langkah positif untuk perekonomian Indonesia.

Langkah ini sesuai karena memotong tiga digit angka uang rupiah, memudahkan perhitungan dan transaksi. Apalagi masyarakat telah melaksanakan redenominasi dalam kehidupan sehari-hari.

”Kita sering menyingkat angka ketika menyebut jumlah angka yang banyak. Misalnya, dalam transaksi jual beli rumah atau mobil, kita menyebut 100 atau 200 yang maksudnya Rp 100 juta dan Rp 200 juta. Kebiasaan itu ada sebelum isu redenominasi bergulir. Ini ide masyarakat sendiri,” kata Haris.

Untuk menjalankan langkah ini, pemerintah perlu menyosialisasikannya. Tujuannya, agar semua orang paham dan mencegah terjadinya penolakan. Masyarakat perlu tahu redenominasi bukanlah sanering alias pemotongan nilai uang.

Jadi, perlu sosialisasi dengan memanfaatkan semua kepala daerah atau tim khusus yang turun langsung ke lapangan. ”Perlu aksi nyata, tetapi pemerintah tidak perlu ribet. Mungkin perlu beberapa tahun, tetapi redenominasi memberikan hasil positif sehingga perlu dilaksanakan,” katanya.

Mochammad Bagus Sugiarto, mahasiswa yang tengah menyusun skripsi pada Jurusan Seni Musik Universitas Pendidikan Bandung, menilai, bagi masyarakat menengah ke atas, redenominasi mungkin lebih mudah diterima karena mereka tahu manfaatnya. Namun, bagi masyarakat kecil, tindakan ini mungkin membingungkan dan menakutkan.

”Ketika muncul uang logam pecahan Rp 1.000, nilai uang itu dirasa berkurang. Walaupun nilainya sama dengan uang kertas Rp 1.000, nilai uang logam Rp 1.000 sepertinya lebih sedikit. Padahal tidak berubah,” kata Bagus, yang memperkuat kelompok musik Rumah Musik Harry Roesli Bandung ini.

Dilaksanakan bertahap

Di Indonesia, redenominasi akan dilakukan secara bertahap. Ini dimulai dengan penyusunan Undang-undang tentang Redenominasi. Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan, setelah UU Redenominasi disahkan, lalu tahapan-tahapan berikutnya bisa dilaksanakan, termasuk sosialisasi kepada masyarakat.

Menurut Destry, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang, sedangkan daya beli masyarakat tak berubah. Di Indonesia, penyederhanaan itu dengan menghilangkan tiga angka nol di belakang, misalnya Rp 9.000 menjadi Rp 9.

”Perubahan nilai mata uang ini tidak mengubah daya beli masyarakat. Namun dengan syarat, perubahan nilai mata uang yang dipegang dan harga barang berubah secara proporsional,” katanya.

Semua pihak, pemerintah, BI, dan akademisi, diharapkan bisa memberikan sosialisasi menyeluruh. ”Apalagi mahasiswa yang mempunyai akses luas bisa membantu sosialisasi itu. BI juga bisa masuk kampus, lewat jalur pendidikan, agar tak ada kesalahan interpretasi di masyarakat,” katanya.

Setelah sosialisasi, menurut Destry, diperlukan waktu sekitar setahun untuk membiasakan masyarakat dengan nilai uang yang baru. ”Tahap pertama, harga yang dicantumkan ada dua, yaitu nilai uang yang lama dan baru. Setelah setahun, baru mulai praktik sederhana dengan hanya mencantumkan nilai uang baru. Penyederhanaan nilai mata uang ini hanya mengubah cara berpikir kita,” katanya.

Proses redenominasi, kata Destry, akan berhasil bila memenuhi beberapa syarat. Pemerintah harus memantau harga-harga barang, jangan sampai harga barang naik atau dibulatkan ke atas. Misalnya harga suatu barang Rp 10.000, setelah redenominasi menjadi Rp 10, lalu ada pihak yang menaikkan harga satu poin menjadi Rp 11. Perubahan harga itu akan terasa karena satu poin nilainya Rp 1.000.

Meski sepertinya rumit, redenominasi bermanfaat agar lebih efisien dalam penghitungan uang.

Apakah redenominasi akan berhasil di Indonesia? Kita tunggu tanggal mainnya.... (IDA SETYORINI/SUSIE BERINDRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com