Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solar Sulit, Nasib Sopir Terimpit

Kompas.com - 25/04/2013, 02:44 WIB

Apabila hal itu terjadi, Azis terpaksa absen bekerja dan kehilangan pendapatan Rp 300.000 per hari. Memaksakan mobil berjalan dengan solar minim tidak sebanding dengan pendapatan per hari.

”Pernah kehabisan di jalan dan terpaksa beli solar eceran. Harganya lebih mahal Rp 2.000 per liter. Akibatnya, uang setoran Rp 300.000 per hari harus disunat dan mengurangi pendapatan saya yang hanya Rp 30.000 per hari menjadi Rp 15.000 per hari,” katanya.

Ketua Komisi Tetap Infrastruktur Utilitas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bambang Haryo berharap pemerintah segera mengatasi hal ini. Apabila terlalu lama, ia yakin semakin banyak sopir truk dan bus yang merugi.

”Pemerintah secara tidak sadar membuat kebijakan yang justru menghambat kegiatan ekonomi. Yang dirugikan bukan hanya pengusaha, melainkan juga konsumen,” kata Bambang.

Para sopir angkutan sendiri mengaku tidak keberatan bila harus menganggung biaya pembelian bahan bakar minyak yang lebih mahal asalkan tidak perlu mengantre lama.

”Kami tidak mau terus-menerus dipermainkan. Kalau memang mau menaikkan harga BBM, ya tinggal laksanakan saja. Toh, kami hanya orang kecil yang tidak bisa menolak,” kata Jayus.

Menanggapi kelangkaan solar bersubsidi tersebut, anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI-P, Isma Yatun, menyatakan, rencana pemerintah mengajukan kuota tambahan BBM bersubsidi menunjukkan lemahnya perencanaan pemerintah terkait distribusi BBM bersubsidi.

Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi, pemerintah seharusnya bisa memprediksi bakal ada kenaikan konsumsi BBM bersubsidi seiring meningkatnya daya beli kendaraan roda dua dan roda empat di kalangan masyarakat menengah.

Menurut Isma Yatun, peningkatan konsumsi solar bersubsidi di sejumlah daerah terjadi lantaran lambannya proses pengambilan kebijakan pemerintah terkait pengurangan subsidi BBM sehingga sebagian masyarakat di daerah terprovokasi untuk menimbun.

”Di satu sisi, pemerintah terus berwacana soal pengurangan subsidi BBM, di lain pihak pengawasan menjadi kendur,” ujar Isma.

Kenaikan konsumsi solar itu juga cermin kegagalan berbagai upaya penghematan BBM bersubsidi yang dilakukan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah telah menjalankan sejumlah program penghematan BBM bersubsidi antara lain pelarangan pemakaian BBM bersubsidi bagi mobil dinas serta kendaraan pertambangan dan perkebunan melalui pemasangan stiker pada kendaraan yang tidak boleh memakai BBM bersubsidi.

(CHE/NIK/IDR/OTW/EVY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com