Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Limbah Kerang Bawa Omzet Rp 30 Juta Per Bulan

Kompas.com - 17/05/2013, 14:45 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com — Letak Kota Magelang memang jauh dari laut. Secara geografis, kota ini dikelilingi pegunungan dan persawahan. Namun, siapa sangka, di Kota Getuk ini terdapat usaha pengolahan limbah kerang yang sudah merambah hingga benua Eropa dan Amerika.

Adalah Susilawati (51), wanita lulusan dokter hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), yang mampu berkreasi mengubah limbah kerang simping menjadi aneka kerajinan dengan kualitas ekspor. Ia bersama suaminya, Prajoko (49), mulai menekuni pembuatan aneka kerajinan kerang laminasi ini pada tahun 2004 lalu.

Susilawati menceritakan, ide awal pembuatan kerajinan tersebut bermula sejak ia tinggal di Bali. Di sana, ia memang sudah menekuni berbagai bidang kerajinan. Dari sekian kerajinan tersebut, ternyata hanya kerajinan kerang simping itu yang dinilai mempunyai prospek bagus di pasaran.

Setelah itu, ia berpikir untuk fokus mengerjakan kerang simping tersebut. "Dulu saya memang punya usaha berbagai kerajinan, namun sekarang sudah menetapkan pilihan memproduksi kerajinan kerang laminasi," tutur Susilawati ketika ditemui di rumah produksinya di Jalan Ketepeng, Kampung Trunan, Kelurahan Tidar, Kota Magelang, belum lama ini.

Produksi pertama kerajinan wanita berkerudung itu adalah di daerah Bandung, mengingat saat itu tenaga kerja di daerah tersebut masih banyak. Namun, karena keluarga ada di Magelang, ia memutuskan untuk memindahkan usaha tersebut ke Magelang.

Selama perjalanan menekuni bisnis itu, kisah Susilawati, dirinya banyak menjumpai hambatan. Selama tiga bulan di awal tahun 2013 lalu, orderan kosong karena kondisi pasar di luar negeri yang kurang baik. Untuk mengisi kekosongan pesanan itu, dia lantas memaksimalkan pasar dalam negeri. Namun, hasilnya pun belum maskimal karena di dalam negeri persaingan sangat ketat.

Toh, kondisi tersebut tidak membuat ia dan suaminya patah arang. Berkat ketekunan dan semangatnya, mereka tetap mampu bertahan, bahkan justru semakin maju. Terbukti, kini ia memiliki setidaknya 15 karyawan dan hasil kreasi kerang laminasinya mampu merambah pasaran dunia.

Diakuinya, pengusaha kerajinan serupa memang belum banyak, terutama di Magelang, barangkali hanya usaha miliknya satu-satunya yang ada. Karena itu, peluang menggaet pelanggan masih terbuka luas. Kendati demikian, menurut ibu dari lima anak itu, pasar internasional lebih memiliki prospek bagus ketimbang lokal.

Kondisi apa yang mendorong Susilawati untuk memasarkan produknya ke Eropa dan Amerika? "Orang dari benua Eropa dan Amerika masih banyak yang menyukai barang-barang yang unik. Berbeda dengan usaha kerajinan lainnya yang sudah banyak persaingan. Omzet pasar lokal paling hanya antara Rp 1-10 juta per bulan. Namun, kalau untuk luar negeri, bisa sampai tiga kali lipatnya," ujarnya.

Dari hasil inovasi dan sentuhan kreasinya itu, kerang simping yang semula hanya berupa sampah bisa disulap menjadi piring kotak (avesi), placement atau las makan, vas bunga, bingkai kaca, hiasan dinding, bangku kecil, tempat buku, bahkan sampai keramik.

"Avesi dan placement merupakan barang yang paling sering dipesan oleh pasar luar negeri. Setiap bulannya, pasar luar negri bisa memesan antara 2.000-5.000 buah placement atau alas makan. Harga avesi Rp 9.000 per buah, sedangkan untuk placement Rp 20.000 per buah," imbuh Susilawati yang juga berprofesi sebagai guru PAUD itu.

Ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mengolah limbah kerang simping tersebut, mulai dari mencuci limbah kerang yang kotor karena lumpur, kemudian pembakaran, pengeringan, pemutihan, pencelupan, pencetakan, hingga finishing.

"Setiap hari, kami selalu memproduksi untuk persiapan pameran atau sewaktu-waktu ada pesanan. Sekarang kami sedang mengerjakan pesanan dari Italia," ucapnya.

Harapan ke depan, usaha rumahan miliknya itu bisa dikelola dengan profesional. Sebab, meski sudah pernah mendapat penghargaan dari Pemprov untuk Gugus Kendali Mutu (GKM), ia mengakui secara manajemen usahanya masih belum bisa profesional. Padahal, ia dan suami sudah sering mendapat pelatihan dari Diskoperindag.

"Pelatihan sudah sering diberi, tapi belum bisa kami terapkan karena berbagai faktor. Tapi, keinginan untuk ke sana pasti ada," kata Susilawati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com