Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menimbang Plus-Minus Fungsi Koordinasi di Bawah Menko Vs Wapres

Kompas.com - 31/08/2014, 12:10 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -  Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Srihartati mengatakan, ada kelebihan dan kekurangan jika fungsi koordinasi dijalankan oleh seorang Menteri Koordinator, atau dijalankan oleh Wakil Presiden (Wapres).

"Kalau dijalankan Wapres, bisa menghemat anggaran," kata dia berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (30/8/2014).

Enny menerangkan, secara struktural jabatan Wapres memang sudah ada, dan tinggal mengoptimalkannya. Meskipun Wapres berasal dari partai koalisi pemenang Pemilu, menurut Enny hal tersebut tidak akan menghambat koordinasi dengan kementerian teknis yang berpeluang diisi dari berbagai partai maupun profesional.

"Ini kan mau mengembalikan ke Presidensial. Kalau Presidensial sudah enggak mikirin partai koalisinya. Toh dari awal sudah dijanjikan tanpa syarat," ujar Enny.

Namun, jika fungsi koordinasi tetap akan dijalankan Menko, Enny mengatakan, mestinya fungsi koordinasinya lebih optimal. Tidak seperti yang sebelumnya, di mana masih ada egosektoral diantara kementerian teknis, serta tumpang tindih kepentingan dan kebijakan, yang menandakan fungsi koordinasi mandul.

"Mestinya, (kalau ada Menko) semakin harmonis. Tujuannya itu, di titik prioritas. Ibarat baris-berbaris, yang ada komandannya dengan yang tidak ada, mestinya lebih teratur yang ada komandannya," imbuh Enny.

Di sisi lain, perlunya jabatan Menko juga tergantung pada peran Wapres. "Hanya sebagai ban serep atau benar-benar berbagi peran dengan Presiden," kata Enny.

Apabila peran Wapres bisa dioptimalkan termasuk di bidang perekonomian, maka menurut Enny, jabatan Menko tidak perlu ada lagi. Pertimbangan lain, soal sinergi antara pusat dan daerah. Ketika bentuknya sistem sentralistik, maka cukup dilakukan oleh Bappenas, dan tidak perlu Menko. Sebaliknya, lantaran saat ini sudah otonomi daerah, maka peran Menko patut dipertimbangkan.

"Intinya, fungsi koordinasi sangat urgent dan penting. Tergantung mau dimainkan siapa. Apa Wapres atau Menko? Tapi di Wapres atau di Menko yang penting fungsi koordinasi itu jalan," tandas Enny.

Sebelumnya, Study for Indonesia Indepth (SIGI) menilai Kementerian Koordinator tidak bekerja efektif, dan oleh karenanya Jusuf Kalla sebagai Wapres terpilih bisa mengambil alih tugas tersebut.

"Bisa saja Menko itu dihilangkan, sehingga Wapres berfungi lebih banyak," kata peneliti SIGI, Medrial Alamsyah, Sabtu.

Toh begitu, dia mengakui fungsi koordinasi oleh Kementerian Koordinator memang terlihat sederhana, namun cukup rumit untuk dilaksanakan.

baca juga: Perlukah Menko Perekonomian di Kabinet Jokowi-JK?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rekrut CPNS, Kemenko Perekonomian Minta Tambahan Anggaran Rp 155,7 Miliar

Rekrut CPNS, Kemenko Perekonomian Minta Tambahan Anggaran Rp 155,7 Miliar

Whats New
Usai Direktur IT, Kini Direktur Bisnis UKM Mundur, KB Bank Buka Suara

Usai Direktur IT, Kini Direktur Bisnis UKM Mundur, KB Bank Buka Suara

Whats New
Tingkatkan Literasi Keuangan Syariah, OJK Gelar Sharia Financial Olympiad

Tingkatkan Literasi Keuangan Syariah, OJK Gelar Sharia Financial Olympiad

Whats New
Tiga Pesan Bank Dunia untuk RI, dari Makroekonomi hingga Reformasi Swasta

Tiga Pesan Bank Dunia untuk RI, dari Makroekonomi hingga Reformasi Swasta

Whats New
Kisah Anita Dona, 'Nekat' Dirikan Dolas Songket Bermodal Rp 10 Juta, Kini Jadi Destinasi Wisata Sawahlunto

Kisah Anita Dona, "Nekat" Dirikan Dolas Songket Bermodal Rp 10 Juta, Kini Jadi Destinasi Wisata Sawahlunto

Smartpreneur
Perekonomian Indonesia Disebut Terjaga dengan Baik dan Bisa Hadapi Risiko Ketidakpastian Global

Perekonomian Indonesia Disebut Terjaga dengan Baik dan Bisa Hadapi Risiko Ketidakpastian Global

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Ngegas ke Level Rp 16.394

IHSG Naik Tipis, Rupiah Ngegas ke Level Rp 16.394

Whats New
BSI dan MES Tawarkan Deposito Wakaf untuk Jaminan Sosial Pekerja Informal

BSI dan MES Tawarkan Deposito Wakaf untuk Jaminan Sosial Pekerja Informal

Rilis
Industri Pengguna Gas Bumi Usul Program HGBT Dihapuskan

Industri Pengguna Gas Bumi Usul Program HGBT Dihapuskan

Whats New
Tumbuhkan Minat Kewirausahaan PMI, Bank Mandiri Gelar Mandiri Sahabatku dan Kenalkan Fitur Livin’ di Seoul

Tumbuhkan Minat Kewirausahaan PMI, Bank Mandiri Gelar Mandiri Sahabatku dan Kenalkan Fitur Livin’ di Seoul

Whats New
Tiket Konser Bruno Mars Bisa Dibeli 27-28 Juni 2024 Lewat Livin by Mandiri

Tiket Konser Bruno Mars Bisa Dibeli 27-28 Juni 2024 Lewat Livin by Mandiri

Spend Smart
Tesla PHK 14 Persen Karyawan Sepanjang 2024

Tesla PHK 14 Persen Karyawan Sepanjang 2024

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.400, Anggaran Subsidi Energi Berpotensi Membengkak

Dollar AS Tembus Rp 16.400, Anggaran Subsidi Energi Berpotensi Membengkak

Whats New
Bank Dunia: Perpanjangan Bansos Dorong Defisit APBN Indonesia

Bank Dunia: Perpanjangan Bansos Dorong Defisit APBN Indonesia

Whats New
Anggaran Negara Catat Defisit Pertama Pada Mei 2024, Sebesar Rp 21,8 Triliun

Anggaran Negara Catat Defisit Pertama Pada Mei 2024, Sebesar Rp 21,8 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com