Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa saham A Mahal, tapi Saham B Murah?

Kompas.com - 16/05/2015, 08:08 WIB

                                         Ryan Filbert
                                         @RyanFilbert

KOMPAS.com - Ketika laporan keuangan dari perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah dirilis untuk kwartal pertama, muncullah banyak pendapat dan analisis di berbagai tempat.

"Karena saham A memiliki kinerja tidak baik, maka harga sahamnya terlihat mahal dan oleh karena itu harga sahamnya mengalami penurunan."

Ketika saya pertama kali mendengar hal itu, saya menjadi sangat bingung. Saya kira, bagi Anda yang baru juga mengenal dunia saham dan investasi akan merasa aneh mengenai hal itu. Kali ini saya akan coba membahasnya. Semoga memberikan sebuah gambaran.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, perlu kita sepakati bahwa mahal atau murah adalah sebuah kesepakatan, Anda setuju?

Baiklah, ini sebuah contoh: bila saya katakan kepada Anda, saya punya sebuah mesin pembuat uang yang sebulan bisa menghasilkan Rp 1.000.000, dan saya ingin menjualnya kepada Anda dengan harga Rp 1.000.000. Apakah mesin pembuat uang tersebut dijual kemurahan?

Kiranya 99 persen orang menjawab murah, karena dalam waktu 1 bulan saja Anda sudah mendapatkan titik impas. Hanya orang yang menganggap 1 bulan adalah waktu yang lama yang akan menyimpulkan bahwa harga mesin pembuat uang tersebut terlalu mahal harganya.

Namun, bila dijual dengan harga Rp 12.000.000, apakah mahal? Masih murah, karena cukup 1 tahun saja mesin itu mampu mengembalikan titik impas. Artinya, di tahun berikut, semua pemasukannya adalah keuntungan.

Apakah ada yang merasa mahal? Tentu ada. Maksud dari contoh yang saya berikan adalah penilaian bahwa sebuah saham murah atau mahal sangatlah subjektif. Anda dan saya dan semua orang bisa berbeda.

Di sini ada sebuah masalah yang perlu dipahami, yakni bilamana Anda menemukan pernyataan bahwa saham itu murah dan saham lainnya mahal, dasarnya apa?

Nah, bila Anda bertanya kepada saya: murah dan mahal secara laporan keuangan itu yang seperti apa? Maka jawabannya pun beragam. Setidaknya, ada beberapa yang sering digunakan oleh banyak orang dalam melihat laporan keuangan.

Jika sebuah perusahaan mencetak pertumbuhan keuntungan dibandingkan tahun sebelumnya dan pertumbuhannya lebih dari pesaing, maka harga sahamnya terlihat lebih murah. Apa maksudnya?

Bila ada perusahaan mengalami kenaikan keuntungan 20 persen dibandingkan tahun lalu, apakah keuntungan itu besar? Belum tahu, sebab jika setiap pertumbuhan dari tahun ke tahun adalah 80 persen, maka pertumbuhan tahun ini kecil. Jelas artinya saham ini menjadi terkesan mahal karena pertumbuhannya terhambat.

Namun, bila ada perusahaan sejenis di tahun lalu bertumbuh 5 persen dan tahun ini perusahaan itu mampu membukukan pertumbuhan laba 20 persen, maka perusahaan ini akan terlihat 4 kali lebih bernilai dari perusahaan sejenisnya.

Perusahaan dengan laba negatif alias rugi jelas tidak disukai oleh investor dan pelaku pasar, sehingga tidak heran harganya turun karena banyak pelaku pasar yang ramai-ramai menjual sahamnya.

Hal lainnya yang kadang dijadikan analisis menentukan murah atau mahal sebuah saham juga dilihat dari pengembalian modal.

Bila ada sebuah perusahaan yang bisa mengembalikan modal 5 persen dalam setahun, apakah perusahaan ini menarik? Sekali lagi, Anda tidak bisa langsung menjawabnya, diperlukan tolak ukur.

Bila saya katakan bahwa deposito pada bank nasional bisa memberikan pengembalian terhadap modal 7,5 persen dan bebas risiko fluktuasi harga saham, maka apa perasaan Anda dengan perusahaan yang laporan keuangannya mengatakan mampu mengembalikan modal hanya 5 persen? Ya, perusahaan tersebut tidak menarik.

Menurut Anda, mahal atau murah?

Akan semakin tidak menarik, bila tahun sebelumnya ternyata mampu memberikan pengembalian terhadap modal 10 persen dan tahun ini hanya 5 persen, artinya saham perusahaan ini harganya pun akan menjadi terasa mahal bagi Anda.

Oleh karena itu, saham yang diserbu oleh para pelaku pasar seringkali adalah saham yang memberikan pertumbuhan laba yang besar dan bertumbuh, serta memiliki pengembalian modal yang tinggi. Sehingga, harganya saat ini dikatakan murah karena pertumbuhannya ke depan bisa kita perkirakan dari pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya.

Salam Investasi untuk Indonesia

Ryan Filbert merupakan praktisi dan inspirator investasi Indonesia. Ryan memulai petualangan dalam investasi dan keuangan semenjak usia 18 tahun. Aneka instrumen dan produk investasi dijalani dan dipraktikkan, mulai dari deposito, obligasi, reksadana, saham, options, ETF, CFD, forex, bisnis, hingga properti. Semenjak 2012, Ryan mulai menuliskan perjalanan dan pengetahuan praktisnya. Buku-buku yang telah ditulis antara lain: Investasi Saham ala Swing Trader Dunia, Menjadi Kaya dan Terencana dengan Reksa Dana, Negative Investment: Kiat Menghindari Kejahatan dalam Dunia Investasi, dan Hidden Profit from The Stock Market, Bandarmology , dan Rich Investor from Growing Investment.
Di tahun 2015 Ryan Filbert menerbitkan 2 judul buku terbarunya berjudul Passive Income Strategy dan Gold Trading Revolution.
Setiap bulannya, Ryan Filbert sering mengadakan seminar dan kelas edukasi di berbagai kota di Indonesia.
Harapan besar Ryan adalah memberikan sebuah sedikit 'jalan terang' bagi edukasi mengenai investasi agar semakin banyak orang Indonesia yang 'melek' akan dunia investasi dan keuangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com