Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuhan, Rakyat, dan Neolib, Jurus Ampuh untuk Tarik Simpati

Kompas.com - 16/11/2015, 05:45 WIB

Si A temannya banyak. Semua orang yang mengadu, ia dengarkan. Oleh karenanya, para "alumnus" pejabat, teman kuliah, dan orang-orang yang sebagian sudah dicopot berkumpul kepada Si A.

Kata mereka, "Kami rakyat yang teraniaya." Informasi-informasi yang masuk ia olah, ia jadikan naskah pidato. Bahkan, ia siap menyerang siapa pun yang diadukan telah mengganggu sahabat-sahabatnya itu.

Kata-kata dan gesturnya amat menjual dan menjadi media darling.

Si B sebaliknya, teman-teman sesama menteri, yang membawa orang untuk dijadikan sesuatu, tidak selalu dituruti. Padahal, ia punya kuasa besar dan bisa memaksakan timnya untuk memasukkan orang atau memberi proyek.

Namun, sebagai profesional, dia selalu menampik. Dia adalah seorang achiever, yang mengutamakan prestasi, hasil kerja nyata. Karena itu, Si B menjadi kurang populer. Kalau pidato, ia kalah menarik, kurang memprovokasi.

Anda tahu siapa yang kini dipuja dan dianggap bekerja? Anda tentu juga tahu siapa yang tidak dianggap bekerja, bukan?

Seorang konsultan media mendatangi saya untuk menawarkan paket evaluasi kerja dengan menganalisis kata-kata kunci di media massa dan media sosial. "Dengan begitu, kita akan tahu siapa yang menurut publik bekerja atau disukai."

Kabarnya, paket ini menjadi perhatian para tokoh penting. Entahlah kalau mereka juga membeli dan memercayai hasilnya untuk mengevaluasi kinerja. Kalau iya, ini tentu akan sangat mengganggu masa depan kita.

Sambil terkekeh-kekeh, teman-teman Si A mengontak saya dan mengatakan, "Itulah smart work. Kata orang, hard work kalah dengan smart work. Jangan-jangan gara-gara hard work, Si B malah bakal di-reshuffle, sedangkan Si A justru menjadi pahlawan."

Sementara itu, teman saya yang lain bilang begini, "Jangan lupa, masyarakat kita ini dari dulu senang dihibur dengan kebohongan. Lihat saja saat kampanye. Bukankah mereka semua tahu massa yang mereka kumpulkan itu datang karena duit?"

Kendati mereka tahu massa yang datang itu "massa KW", bayaran, mereka tetap pidato berapi-api. Sudah begitu, kecupan mesra datang dari anak dan istri yang senang melihat pujian dan riuhnya tepuk tangan yang datang dari massa yang dibayar tadi. Padahal, itu semua semu, palsu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com