Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abai pada Empat Hal Ini, Harga Cabai Tak Bakal Landai

Kompas.com - 11/01/2016, 15:19 WIB
Reza Pahlevi

Penulis

KOMPAS.com - Temuan Kementerian Pertanian (Kementan) sebagaimana dikatakan Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura Yanuardi menunjukkan harga cabai terus merangkak naik. Di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur, harga cabai mencapai angka Rp 30.000 per kilogram. Lalu, di Pasar Minggu Jakarta Selatan, harga cabai selisih mahal Rp 10.000 ketimbang di Kramat Jati. "Seharusnya, harga cabai stabil," tutur Yanuardi saat berkunjung ke sentra cabai di Desa Cimahi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat pekan lalu.

Masuk akal bahwa Yanuardi dan Kementan merasa aneh. Soalnya, dalam hitung-hitungan Kementan, harga cabai di tingkat petani ada pada kisaran Rp 21.000 -Rp 22.000 per kilogram. Tiba di pengumpul, harga itu mencapai Rp 23.000 hingga Rp 26.000 per kilogram. Alih-alih melandai, harga cabai kian menjulang. "Seharusnya, harga cabai Rp 30.000 per kilogram," tuturnya.

Lebih lanjut, menurut Yanuardi, pasokan cabai keriting merah sebenarnya sudah dapat mencukupi kebutuhan nasional. Saat ini, produksi cabai keriting merah mencapai 1,22 juta ton. Sementara, konsumsi nasional berada di level 1,17 juta ton. Jadi, ada surplus 50.000 ton. "Seharusnya, harga cabai Rp 30.000 per kilogram," kata Yanuardi.

Empat hal

Lebih lanjut, Yanuardi memaparkan setidaknya pemicu menanjaknya harga cabai adalah biaya produksi yang sudah tinggi di tingkat petani. Biaya produksi itu meliputi benih, pupuk, dan air. Tak ketinggalan, faktor keempat adalah jauhnya akses dari kebun cabai ke pengumpul. Abai pada empat hal ini, harga cabai tak bakal melandai. "Para petani ini harus mencari air sejauh 2 kilo (kilometer) dan itu menggunakan sepeda motor secara berulang kali. Selain itu akses jalanan yang rusak pun menyita waktu," tuturnya.

Yang juga harus diperhatikan, imbuh Yanuardi ialah ada saatnya pada bulan tertentu, produksi cabai merosot. Biasanya, saat musim kemarau, kondisi itu terjadi. Harga cabai pun bukannya melandai di pasaran namun sebaliknya.

Pemerintah bukannya tak mafhum masalah ini. Jadilah, lanjut Yanuardi, pemerintah membuat program pola tanam cabai. Caranya, pengaturan penanaman cabai di berbagai daerah dibikin tak seragam. Upaya Kementan ini mencegah masa panen serentak. “Contohnya ketika di sentra ini cabai sedang panen, di sentra lainnya mulai menanam cabai. Sehingga panen tidak menumpuk di satu sentra saja. Bisa saling mengisi dan pasokan cabai lebih merata,” katanya sembari berharap nantinya setiap daerah akan memunyai sentranya masing-masing untuk menekan harga distribusi.

KOMPAS.com/Yatimul Ainun Samiati, seorang pedagang cabai merah di pasar tradisional Klojen, Kota Malang. Jelang natal, harga cabai Rp 1.500 per biji.Selasa (16/12/2014).

Terkait biaya produksi yang tinggi, Wawan (40), seorang petani cabai di Desa Cimahi, membenarkan. Ia harus membeli 200 liter air seharga Rp 10.000 untuk satu kali penyiraman. Kebutuhan air akan terus melonjak ketika musim kemarau tiba. “Masalah utama ada di air. Saya berharap bisa dibantu oleh pemerintah agar biaya produksi bisa murah,” demikian Wawan.

Sementara itu, tahun ini, kata Yanuardi, Kementan punya anggaran Rp 1,4 triliun untuk komoditas cabai dan bawang merah. Dari jumlah itu, 60 persennya dimanfaatkan untuk penambahan lahan cabai dan bawang merah masing-masing 16.000 hektar dan 5.000 hektar.

Kementan berharap penambahan itu membuat produksi cabai maupun bawang merah meningkat menjadi 1,2 juta ton. Pencapaian ini bakal menutup keran impor.

Sebagai informasi, Kementan juga mulai mengembangkan lahan bawang putih seluas 1.000 hektar di Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Khusus di NTB, pengembangan ada di Bima, Pulau Sumbawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com