Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Hadapi Denda Anti Monopoli Uni Eropa Sebesar Rp 45 Triliun

Kompas.com - 16/05/2016, 07:30 WIB
Aprillia Ika

Penulis

Sumber Reuters

KOMPAS.com - Google menghadapi rekor denda anti monopoli sebesar 3 miliar euro atau sekitar Rp 45,26 triliun (Rp 15.088,02 per euro) yang akan dijatuhkan oleh Komisi Eropa beberapa minggu mendatang, menurut keterangan media Inggris, The Sunday Telegraph.

Uni Eropa menuduh Google memonopoli promosi layanan belanjanya lewat pencarian internet, sebab rivalnya harus membayar untuk melakukan hal yang sama. Kejadian ini sudah berlangsung sejak 2010.

Beberapa orang yang tahu kasus ini mengatakan kepada Reuters bulan lalu bahwa mereka percaya, setelah tiga perundingan yang coba dilakukan dalam 6 tahun terakhir, Google kini tidak punya rencana lain untuk mengelak dari tuduhan tersebut. Kecuali Komisi Eropa mengganti tuduhannya.

The Telegraph menyitir narasumber yang juga tahu mengenai situasi tersebut, yang mengatakan bahwa pejabaat berwenang akan mengumumkan denda tersebut paling cepat di awal bulan depan, walaupun besaran angka denda masih bisa berubah.

Selain itu, Google juga rencananya akan dilarang melakukan manipulasi hasil pencarian yang menguntungkan diri sendiri dan membahayakan rivalnya, lanjut Telegraph.

Komisi Eropa bisa mengenakan denda hingga diatas 10 persen dari penjualan per tahun Google, yang artinya Google bisa terkena sanksi maksimum hingga 6 miliar euro atau sekitar Rp 90 triliun.

Hal itu merupakan rekor baru sebab denda anti monopoli terbesar sebelumnya sebesar 1,1 miliar euro untuk perusahaan pembuat chip Intel pada 2009.

Sayangnya, baik Komisi Eropa maupun Google sama-sama enggan berkomentar.  

Kompas TV Google Gelar Pelatihan bagi "Mobile Developer"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Whats New
Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Whats New
Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Whats New
Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Whats New
PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

Whats New
Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Whats New
Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Whats New
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok Lewat SSCASN

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok Lewat SSCASN

Whats New
Lowongan Kerja Astra Honda Motor, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja Astra Honda Motor, Ini Posisi dan Persyaratannya

Work Smart
Harga Emas Terbaru 14 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 14 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Perilaku Petugas Penagihan 'Fintech Lending' Paling Banyak Diadukan Masyarakat

Perilaku Petugas Penagihan "Fintech Lending" Paling Banyak Diadukan Masyarakat

Whats New
Imbas Kasus Kekerasan, Kemenhub Tidak Buka Penerimaan Taruna Baru STIP Jakarta Tahun Ini

Imbas Kasus Kekerasan, Kemenhub Tidak Buka Penerimaan Taruna Baru STIP Jakarta Tahun Ini

Whats New
Sri Mulyani Lagi-lagi Bertemu Pimpinan Bea Cukai, Bahas Keluhan Masyarakat

Sri Mulyani Lagi-lagi Bertemu Pimpinan Bea Cukai, Bahas Keluhan Masyarakat

Whats New
Mengapa Malaysia dan Singapura Hambat Industri Semikonduktor Indonesia?

Mengapa Malaysia dan Singapura Hambat Industri Semikonduktor Indonesia?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com