Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/05/2016, 18:27 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

GARUT, KOMPAS.com - Trak...trak...ckk.... Bunyi keras mesin-mesin tenun terdengar dari dalam sebuah workshop tenun di Kampung Panawuan, Desa Sukajaya, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Siang itu, Kamis (19/5/2016), enam orang laki-laki berada di baliknya. Tak seperti di banyak tempat lain—sebagaimana banyak dibayangkan orang—tak terlihat sosok wanita di balik mesin dan jejaring benang di sini.

"Kalau di Garut, ini pekerjaan laki-laki," kata Ketua Paguyuban Kampung Tenun Panawuan Garut, Hendar Suhendar, saat ditemui Kompas.com, Kamis.

Menurut Hendar, para wanita di kampungnya lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik atau malah menjadi ibu rumah tangga.

Itu kenapa, saat Kompas.com bertandang ke workshop tersebut, hanya terlihat laki-laki di balik jaring-jaring benang. Laki-laki pula yang memastikan "racikan" benang berbeda warna menghasilkan tenunan yang tak lagi cuma "putihan", kain tenun polos.

Dengan sabar, jari-jemari mereka menari di sela benang-benang sutra. Alvin (18) adalah salah satu di antara perajin itu. "Saya membuat tenun setelah lulus sekolah. Waktu itu usia masih 17 tahun," ujar dia pada awal percakapan dengan Kompas.com.

Kata Alvin, perajin tenun juga jadi mata pencaharian favorit teman-teman seusianya di kampung itu, di antara pilihan pekerjaan yang sedikit. Pekerjaan lain adalah menjadi petani atau buruh pabrik.

Alvin memilih menjadi perajin karena pendapatan yang cukup memuaskan. "Dari pekerjaan ini, saya harus menyelesaikan satu kain utuh berukuran 2,5 meter kali 1,15 meter dalam satu minggu. Hasilnya bisa sampai Rp 400.00 dibayar mingguan," ungkap dia.

Buat ukuran Garut, angka itu cukup besar. Sebagai pembanding, upah minimum regional (UMR) setempat adalah Rp 1,5 juta. Bila dihitung-hitung, sebulan Alvin bisa mendapat minimal Rp 1,6 juta.

Alasan yang sama disampaikan oleh Nanang Sumantri (18). Menurut dia, pekerjaan ini tak butuh banyak persyaratan, terutama untuk remaja-remaja seperti dirinya yang baru saja lulus sekolah menengah.

"Paling dulu disuruh belajar dan didampingi selama satu bulan. Lumayan susah juga waktu pertama diajarkan, tetapi cepat bisanya," tutur Nanang.

Berbeda dengan Alvin, Nanang mendapat upah Rp 250.000 per minggu. Namun upah menurut dia tetap cukup besar, karena jam kerja yang longgar. Dia juga cukup berpakaian kasual setiap kali bekerja.

"Jam kerjanya dari pukul 07.30 pagi dan pulang pukul 4 sore. Itu sudah termasuk istirahat," Sebut Nanang. Bedanya dengan Alvin, panjang kain hasil pekerjaannya adalah 1,5 meter saja, untuk masa kerja sepekan.

Meski didominasi laki-laki, pekerjaan tenun ini masih ada ruang bagi para wanita. "Kalau urusan tenun, peran wanita biasanya ada pada proses pewarnaan benang. Mereka pilih itu karena bisa dilakukan di rumah, tanpa perlu ke workshop," kata Hendar.

Terlebih lagi, ujar Hendar, perempuan di Garut memang cenderung lebih suka tinggal di rumah. Bagi perempuan yang sudah berkeluarga, kegiatan mereka pun tak jauh-jauh dari rumah.

"Paling, pagi antar anak sekolah. Siang, jemput anak-anaknya. Nah sebagian mengambil jatah sebagai pekerja lepas melakukan pewarnaan benang untuk kain tenun dari rumah pada siang hari," tutur Hendar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com