Tidak jarang saya merasa kesal saat memesan makanan di sebuah restoran. Kekesalan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan para waiter tentang jenis makanan yang ada dalam daftar menu restoran tersebut. Sering dalam keadaan lapar, maka emosipun jadi mudah naik.
Saya termasuk picky dalam hal makanan. Hal itu menyebabkan saya sering cerewet menanyakan kandungan apa-apa saja yang terdapat dalam sebuah makanan.
Belum lagi jika saya datang ke sebuah restoran baru yang menunya belum pernah saya pesan. Sangat disayangkan kemudian banyak waiter yang tidak paham ketika saya tanyakan tentang menu dan harus menanyakannya kembali pada supervisor atau chef restoran tersebut.
Kurangnya pemahaman tentang produk yang dijual sering kita temukan pada banyak tenaga penjual atau sales, mulai dari restoran, elektronik hingga otomotif.
Para tenaga penjual ini langsung gelagapan saat ditanya tentang spesifikasi dan detail produk, sehingga tak jarang calon pembeli kehilangan gairah lanjutan untuk melakukan sebuah transaksi pembelian.
Pada beberapa jenis exhibition, justru banyak yang hanya mengeksploitasi kecantikan tenaga penjual perempuan (SPG) tanpa diberikan bekal yang cukup tentang product information.
Sebut saja industri otomotif dan komputer yang punya event tahunan, namun dari tahun ke tahun tampaknya tidak menyadari masalah ini sehingga hanya jadi ajang pamer SPG cantik. Ajang ini malah jadi objek fotografi mulai dari fotografer profesional sampai yang amatiran.
Jadi dalam event semacam ini, jangan pernah berharap banyak dari para SPG dan menanyakan produk yang akan kita beli. Hanya rasa kesal yang akan kita dapat dan bukannya informasi yang cukup tentang produk yang kita minati.
Untuk produk-produk elektronik juga demikian. Jangan berharap banyak pada tenaga penjual ketika kita ingin mengetahui lebih lanjut informasi tentang sebuah produk. Ada baiknya mencari review di Internet sebelum melakukan pembelian.
Saatnya merayu calon konsumen
Personal selling atau penjualan perorangan didefinisikan oleh Tom Duncan (2002), bapak komunikasi pemasaran modern, sebagai bentuk komunikasi dua arah antara penjual dengan pembeli, saat penjual menafsirkan fitur merek terhadap manfaat pembeli.
Menjadi komponen utama dari komunikasi pemasaran (selain advertising, public relations, direct marketing dan sales promotion), personal selling mempunyai karakteristik dan kekuatannya sendiri. Jika advertising dan public relations banyak mengandalkan kekuatan jangkauan komunikasi massa, maka justru kekuatan dari personal selling ada pada kata personal-nya.
Jika pada advertising dan PR bentuk komunikasinya bersifat satu arah maka personal selling mempunyai bentuk komunikasi dua arah. Sangat dimungkinkan terciptanya sebuah dialog antara merek dengan calon pembeli. Nah, di sinilah kemampuan dan skill dari tenaga personal selling sangatlah dibutuhkan.
Bagaimana mungkin akan tercipta sebuah dialog jika feedback dari calon konsumen terputus karena ketidakfahaman tenaga personal selling akan produk yang dijual? Jika sifatnya hanya menawarkan sebuah produk tanpa tahu lebih detail benefit-nya bagi konsumen maka tidak ada bedanya dengan advertising.
Terciptanya dialog antara tenaga personal selling dengan calon konsumen memungkinkan sebuah merek merayu calon konsumennya. Rayuan tidak hanya dengan sekadar promosi, melainkan bagaimana sebuah merek mempunyai benefit sebagai reason to buy sebuah produk. Merek tidak lagi menjadi sebuh kebutuhan, namun juga menjadi sebuah hasrat keinginan.
Komunikasi antar pribadi
Setiap tenaga personal selling wajib dibekali dengan kemampuan komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) yang baik. Kemampuan inilah yang menjadi bekal utama tenaga personal selling dalam melakukan tugasnya: merayu para calon konsumen!
De Vito (2009) mendefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai proses pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik secara langsung. Sebuah komunikasi antar pribadi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(1) openess atau keterbukaan;
(2) empathy;
(3) supportiveness atau dukungan;
(4) positiveness atau rasa positif; dan
(5) equality atau kesamaan.
Dalam konteks personal selling, openess atau keterbukaan dapat diartikan bahwa seorang tenaga personal selling haruslah transparan tentang produk yang dijualnya. Tidak menyembunyikan hal-hal yang kemudian hari akan menjadi penyesalan konsumen yang telah membeli.
Empathy dapat dimaksudkan bahwa tenaga personal selling harus mampu memahami apa sebenarnya yang dibutuhkan calon konsumen. Kebutuhan juga harus disesuaikan dengan kemampuan membeli calon konsumen tersebut.
Dalam hal ini, tenaga personal selling jangan sampai memaksa calon pembeli. Ingat, merayu tidaklah harus memaksa. Di sinilah kemampuan yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan untuk mendengarkan, bukan berbicara.
Supportiveness atau dukungan seorang tenaga personal selling hanya dapat diwujudkan jika ia memiliki pengetahuan tentang produk (product knowledge) yang baik. Di sinilah kemampuan tenaga personal selling dibutuhkan untuk memahami dan menghafal bahasa-bahasa teknis tentang sebuah produk.
Tenaga personal selling juga harus menjamin bahwa dukungan tetap akan terjadi pasca transaksi pembelian.
Tenaga personal selling harus memiliki positiveness atau rasa positif, artinya mampu menciptakan kejujuran di kedua belah pihak. Rasa positif dapat menciptakan sebuah dialog yang lebih akrab, terbuka dan saling percaya.
Terakhir masalah equality atau kesamaan. Tenaga personal selling harus dapat melihat dan menilai setiap calon konsumen tanpa membedakan dari daya dan penampilan. Banyak terjadi, penampilan fisik tidak berbanding lurus dengan daya beli.
Tenaga personal selling juga harus menciptakan suasana yang sejajar dan saling membutuhkan dengan calon konsumen. Tenaga personal selling butuh produknya dibeli dan calon konsumen butuh informasi dan layanan yang baik dari tenaga personal selling.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin tenaga personal selling dapat melaksanakan tugasnya dengan baik jika tidak memiliki kemampuan komunikasi antar pribadi yang baik. Dapat dirumuskan bahwa tenaga personal selling yang baik merupakan kombinasi dari pengetahuan dan skill komunikasi antar pribadi ditambah dengan ilmu pemasaran.
Sayangnya masih banyak perusahaan yang belum mampu (atau mau?) memaksimalkan peran tenaga personal selling dan hanya mengandalkan tampilan fisik atau lulusan SMA yang dapat dibayar secara minimal, tanpa dibekali dengan pelatihan personal selling yang cukup.
Di sinilah peran dan kolaborasi bagian Sales dan Komunikasi Pemasaran dibutuhkan untuk melatih tenaga-tenaga personal selling yang nantinya akan menjadi ujung tombak penjualan.
Beberapa jenis industri seperti asuransi dan MLM telah memiliki kemampuan personal selling yang lumayan. Sayangnya kemampuan ini seringkali berhenti setelah terjadinya transaksi pembelian sehingga konsumen merasa dikecewakan dan antipati dengan kegiatan personal selling.
Sebuah tantangan bagi perusahaan dalam aktivitas pemasaran mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.