Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahan Makin Minim, Perluasan Area Pertanian di Jawa Barat Terhambat

Kompas.com - 20/07/2016, 18:43 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com- Peningkatan luas tambah tanam (LTT) di Jawa Barat (Jabar) masih terbentur area lahan yang kian terbatas. Di Kabupaten Bandung, misalnya, lahan mulai tergerus kebutuhan pembangunan.

"Bandung ini kan dekat dengan Jakarta. Pembangunan banyak sekali pasti," kata Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini, dalam acara Gerakan Peningkatan Luas Tambah Tanam dan Serap Gabah Petani di Kutawaringin, Soreang, Bandung, Jawa Barat, Rabu (20/7/2016).

Hal tersebut turut diamini petani setempat, Oha (60). Ia mengatakan banyak lahan dijual warga kepada pengembang untuk dibangun perumahan.

"Sekarang sudah jarang petani punya tanah sendiri," kata Oha.

Meski demikian, pemerintah tetap menargetkan Jabar menambah lahan tanam lebih kurang 2,1 juta hektar tahun ini. Dari target tersebut, ujar Banun, sudah tercapai sekitar 900.000 hentar.

"Kami distribusikan (LTT) ke 11 kabupaten. Kabupaten ini masih bisa punya lahan kering (untuk dikembangkan menjadi lahan padi). Kan walau pun musim kemarau tapi kemaraunya basah (el nina)," kata Binun.

Selain lewat penambahan lahan baru, produksi panen juga terus didorong untuk mengejar target LTT. Diharapkan, lahan di Jabar dapat melakukan panen tiga kali tahun ini.

"Batasnya kan sampai penanaman September. Makanya masih kami borong terus di bulan Juli. Kami adakan percepatan, lahan yang sudah panen segera bisa didorong lagi," tutur Binun.

Oha pun menganggap target tersebut kemungkinan bisa direalisasikan.

"Tahun ini baru dua kali panen. Hari ini mau panen. Habis panen paling tunggu seminggu baru bisa tanam lagi," kata Oha.

Namun, kebutuhan air untuk pertanian wajib terpenuhi agar lahan bisa ditanami. Saluran irigasi, Oha mengakui, sering terkena longsor—walau jumlah air di hulu memadai—sehingga lahan jadi kering.

"Akhirnya kami harus tunggu (untuk menanam) dulu. Jalur irigasi memang baru setengah yang dibeton," ucapnya.

Mengatasi hambatan di atas, Wakil Bupati Kabupaten Bandung Gun Gun Gunawan mengatakan pemerintah setempat telah menargetkan pembangunan irigasi seluas 450.000 hektar tahun ini. Perbaikan juga akan dilakukan di 350.000 hektar lahan irigasi.

"Kami juga mengajak TNI untuk membersihkan saluran irigasi sekunder yang diairi waduk Jatigede supaya efektif menampung air," kata Banun.

Bendungan Jatigede saat ini masih dalam proses pembangunan dan belum beroperasi secara optimal. Setelah rampung, waduk ini diharapkan bisa mengairi lahan di beberapa wilayah di Kabupaten Majalengka, Sumedang, Indramayu, Cirebon, Karawang, dan Subang.

"Lahan tadah hujan Nasional sekitar empat juta hektar kami jadikan embung. Pada musim kering dari April sampai September kami mengoptimalkan embung, sungai juga kami optimalkan. Air menjadi skala prioritas," ujar Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

Melawan budaya

Meski demikian, kebiasaan turun-temurun petani di beberapa kawasan ternyata turut menghambat optimalisasi lahan. Di Karawang, misalnya, petani setempat menolak menanam padi pada Mei sampai Juni karena dipercaya panen pasti gagal.

KOMPAS.COM/ADHIS ANGGIANY Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini, dalam acara Gerakan Peningkatan Luas Tambah Tanam dan Serap Gabah Petani di Kutawaringin, Soreang, Bandung, Jawa Barat, Rabu (20/7/2016).

"Sudah kepercayaan turun temurun. Diminta seperti apapun mereka (petani) tidak mau. Logikanya memang karena (bulan Mei-Juni) memasuki musim kemarau," ujar Banun.

Karena itu, edukasi terus digulirkan demi menepis budaya tersebut. Banun mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Komando Distrik Militer. Pemuka agama dikerahkan pula agar membantu proses edukasi ke masyarakat setempat.

"Jadi kita buat demfarm padi yang dikerjakan sendiri oleh Komandan Kodim dan jajarannya. Untuk membuktikan kalau (padi) bisa bertahan (walau ditanam bulan Mei-Juni)," ucap Banun.

Pola pikir petani, menurutnya, perlu diperbaharui. Mereka cenderung lebih santai ketika menanam padi karena percaya Jawa Barat memilliki sumber air berlimpah.

'Saya contohkan, meski ini bukan cerita sukses tapi menyedihkan, ternyata Jabar terkena dampak el nino paling tinggi (tahun 2015). Itu kan bukti bahwa lingkungan sudah berubah, air dan sumbernya sudah berubah. Itulah kenapa kita harus bisa mengelola waktu dengan baik," kata Banun.

Karena itu, kemarau basah (La Nina) yang mendatangkan banyak hujan harus dimanfaatkan maksimal.

"Agar kita tidak dua kali rugi seperti tahun kemarin," tambahnya.

Tak hanya percepatan tanam, pemerintah melalui Bulog juga menggulirkan program serap gabah (Sergab) dari petani. Tahun ini ditargetkan 1,2 juta ton gabah kering panen (GKP) mampu terserap. Sejak Januari hingga pertengahan Juli sekitar 70 persen atau 842.000 ton GKP sudah diserap.

"Jawa Barat merupakan lumbung Nasional pangan. Harus dipertahankan," kata Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, yang turut hadir dalam acara tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Saat Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer yang Bawa Barang Impor di Pelabuhan Tanjung Priok...

Whats New
Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Cara Langganan Biznet Home, Biaya, dan Area Cakupannya

Spend Smart
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja dan Tak Sedang Sekolah, Menko Airlangga: Kita Cari Solusi...

Whats New
Apa Itu Stagflasi: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Apa Itu Stagflasi: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com