Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Efek Trump Menguji Perekonomian Indonesia

Kompas.com - 12/11/2016, 06:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Sosok Donald Trump memang kontroversial, jauh dari santun, suka menyakiti, dan sederet karakter lain yang bisa membuat orang lain tidak senang kepadanya.

Namun, rakyat Amerika telah memilihnya sebagai pemimpin baru yang akan memerintah AS empat tahun ke depan. Ia mengalahkan Hillary Clinton, yang karakternya, sebenarnya lebih disukai rakyat Amerika.

Lalu mengapa Trump bisa merebut kursi presiden negeri paling adidaya di muka bumi itu? Faktornya lebih ke ekonomi. Ya, masyarakat AS merasa peluang terjadinya perubahan ekonomi lebih besar dengan memilih Trump ketimbang Hillary.

Kalau demikian, apakah kebijakan ekonomi Trump bisa dikatakan lebih baik daripada Hillary? Tidak juga.

Banyak ekonom justru melihat sejumlah kebijakan ekonomi Trump akan kontraproduktif bagi perekonomian AS sendiri dan juga ekonomi global.

Dalam kampanyenya, Trump akan meningkatkan anggaran pembangunan infrastruktur. Namun, di sisi lain, ia juga ingin memangkas pajak korporasi dari 35 persen menjadi 15 persen.

Pemotongan pajak korporasi dalam jangka pendek tentu akan menurunkan penerimaan negara. Di sisi lain, peningkatan anggaran infrastruktur akan menaikkan anggaran belanja.

Dampaknya, defisit anggaran AS akan membengkak sehingga harus berutang lebih banyak.

Pemangkasan pun akan dilakukan terhadap pajak penghasilan orang-orang kaya. Ini tentu bisa meningkatkan ketimpangan pada masyarakat AS karena membuat orang kaya bertambah kaya.

Trump, dengan tegas juga akan menarik diri dari pakta-pakta kerja sama perdagangan bebas seperti Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA) dan  Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik (Trans Pacific Partnership Agreemen/TPPA).

Seiring itu, ia juga berencana menaikkan  tarif impor produk asal Tiongkok sebesar 40 persen, dan produk asal Meksiko sebesar 30 persen.

Kebijakan Trump yang cenderung anti globalisasi dan anti liberalisasi perdagangan itu dikhawatirkan akan menyulut perang dagang antarnegara yang ujungnya bakal menimbulkan ketidakstabilan ekonomi global.

Namun, persoalannya, banyak pula ekonom yang setuju dengan kebijakan ekonomi Trump. Dengan kebijakan yang inward looking tanpa terlalu memedulikan kepentingan ekonomi global, kebijakan Trump justru dinilai bisa membangkitkan kembali perekonomian AS.

Nah, karena tak bisa dipastikan kebijakan siapa yang lebih baik, sebagian besar rakyat AS akhirnya melihat ke belakang, bagaimana perekonomian AS dalam beberapa waktu terakhir.

Hingga triwulan III 2016, ekonomi AS hanya tumbuh sekitar 1,5 persen secara tahunan. Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 2,4 persen dan tahun 2014 yang juga sebesar 2,4 persen. Sepanjang 2016, investasi merosot, bahkan banyak pabrik yang tutup.

Pertumbuhan ekonomi AS dalam setahun terakhir lebih rendah dibandingkan negara-negara maju yang menjadi peer-nya.

Jerman misalnya, mencatat pertumbuhan ekonomi sekitar 1,9 persen hingga triwulan III 2016. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 1,5 persen.

Pertumbuhan ekonomi Inggris juga tumbuh dari 2,2 persen pada tahun 2015 menjadi sekitar 3 persen per triwulan III 2016.

Jepang, meskipun pertumbuhan lebih rendah, namun menunjukkan tren percepatan, dari 0,5 persen pada 2015 menjadi 0,8 persen pada triwulan III 2016.

M Fajar Marta/Kompas.com Pertumbuhan ekonomi AS

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Info Biaya Admin BNI Taplus Muda Per Bulannya

Info Biaya Admin BNI Taplus Muda Per Bulannya

Spend Smart
Harga Emas Antam Hari Ini 28 Mei 2024 Naik Rp 6.000, Simak Rinciannya

Harga Emas Antam Hari Ini 28 Mei 2024 Naik Rp 6.000, Simak Rinciannya

Spend Smart
Temukan Indikasi Lazada Langgar Persaingan Usaha, KPPU Lakukan Penyelidikan

Temukan Indikasi Lazada Langgar Persaingan Usaha, KPPU Lakukan Penyelidikan

Whats New
Pemerintah Bakal Pangkas Subsidi Energi pada 2025? Ini Kata Sri Mulyani

Pemerintah Bakal Pangkas Subsidi Energi pada 2025? Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Simak, Ini Cara Ajukan Early Redemption Sukuk Tabungan ST010T2

Simak, Ini Cara Ajukan Early Redemption Sukuk Tabungan ST010T2

Whats New
Sekjen Kemenaker: Green Jobs Tak Bisa Dihindari dan Harus Jadi Prioritas

Sekjen Kemenaker: Green Jobs Tak Bisa Dihindari dan Harus Jadi Prioritas

Whats New
IHSG Berharap ke 'New Blue Chips', Simak Analisis dan Rekomendasi Saham Hari Ini

IHSG Berharap ke "New Blue Chips", Simak Analisis dan Rekomendasi Saham Hari Ini

Whats New
Hasil Merger XL Axiata dan Smartfren Diproyeksi Akan Bernilai 3,5 Miliar Dollar AS

Hasil Merger XL Axiata dan Smartfren Diproyeksi Akan Bernilai 3,5 Miliar Dollar AS

Whats New
Ramai soal Aturan Potongan Gaji Karyawan untuk Iuran Tapera, Ini Penjelasan BP Tapera

Ramai soal Aturan Potongan Gaji Karyawan untuk Iuran Tapera, Ini Penjelasan BP Tapera

Whats New
Sampoerna Agro Tebar Dividen Rp 220 Miliar, Cek Jadwalnya

Sampoerna Agro Tebar Dividen Rp 220 Miliar, Cek Jadwalnya

Whats New
[POPULER MONEY] Jokowi Terbitkan Aturan Baru soal Potongan Gaji Karyawan untuk Iuran Tapera | Pertamina Tertibkan Penjualan Eipiji 3 Kg

[POPULER MONEY] Jokowi Terbitkan Aturan Baru soal Potongan Gaji Karyawan untuk Iuran Tapera | Pertamina Tertibkan Penjualan Eipiji 3 Kg

Whats New
Setoran Pajak Loyo, Pendapatan Negara Turun

Setoran Pajak Loyo, Pendapatan Negara Turun

Whats New
 Kemendag Sebut Rencana Kenaikan MinyaKita Sudah Pertimbangkan Daya Beli

Kemendag Sebut Rencana Kenaikan MinyaKita Sudah Pertimbangkan Daya Beli

Whats New
Kegiatan Ekonomi: Definisi, Jenis, dan Contohnya

Kegiatan Ekonomi: Definisi, Jenis, dan Contohnya

Earn Smart
Tarik Tunai lewat EDC BCA Akan Dikenakan Biaya Admin Mulai 5 Juli 2024

Tarik Tunai lewat EDC BCA Akan Dikenakan Biaya Admin Mulai 5 Juli 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com