Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Super-dollar Kembali Hantui Rupiah

Kompas.com - 22/11/2016, 12:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Fenomena super-dollar kembali datang. Nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) semakin kuat terhadap mata uang utama dunia, termasuk rupiah. Kemarin, kurs rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 13.406 per dollar AS.

Namun, siang harinya, rupiah sempat naik ke level Rp 13.461 per dollar AS. Kurs rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) juga mengindikasikan rupiah masih bisa melemah.

Kurs NDF rupiah tiga bulan mencapai Rp 13.793. NDF rupiah 12 bulan bahkan mencapai Rp 14.533 per dollar AS. Jumat dua pekan lalu (11 November), kurs rupiah sempat mencapai Rp 13.873 per dollar AS.

Sejumlah lembaga keuangan dunia juga memprediksikan, keperkasaan dollar AS ini berlanjut hingga 2017. Dalam catatannya kepada investor, akhir pekan lalu, Goldman Sachs memberi sinyal dollar AS berpeluang menguat 10 persen terhadap mata uang utama dunia pada tahun depan.

Penguatan dollar AS sama artinya menekan rupiah. Yang terbaru, kemarin, tim riset Standard Chartered Bank (Stanchart) yang dipimpin Head Asian FX Strategy Robert Minikin juga menurunkan pembobotan rupiah dari overweight menjadi netral.

Stanchart menurunkan proyeksi rupiah pada kuartal-III 2017 menjadi Rp 14.200 per dollar AS, dari sebelumnya di level Rp 12.800. Alasannya, rupiah tertekan oleh besarnya dana asing di dalam negeri.

Berbagai emiten, terutama yang memiliki eksposur besar terhadap dollar AS, sudah mengatur strategi menghadapi potensi penguatan dollar AS. Ambil contoh, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL).

Iwan Lukminto, Direktur Utama Sri Rejeki, menandaskan bahwa SRIL adalah pengekspor. "(Alhasil), dollar naik menguntungkan kami," kata Iwan pada Kontan, Minggu (20/11/2016).

Meski begitu, SRIL tetap melakukan natural hedging untuk mengantisipasi fluktuasi kurs. Lagi pula, SRIL mencatatkan laporan keuangan dalam mata uang dollar AS sehingga minim terpengaruh fluktuasi rupiah.

Sementara itu, PT Indosat Tbk (ISAT) melakukan hedging untuk transaksi valuta asing, khususnya untuk utang. Utang dollar AS ISAT memang turun menjadi 12 persen pada kuartal III lalu, ketimbang tiga tahun lalu yang sekitar 30 persen.

"Proteksi ada, tetapi sekarang nilainya tak sebesar tiga tahun lalu," kata Alexander Rusli, Direktur Utama ISAT, Senin (21/11/2016).

Meski begitu, analis Asjaya Indosurya, William Suryawijaya, menuturkan emiten perlu membuat strategi untuk melindungi kinerja pada tahun depan, bila dollar AS benar-benar menguat.

"Berhubung ini sudah akhir tahun, perlu proyeksi strategi untuk tahun depan. Kalau dollar menguat terus, kemungkinan banyak yang melakukan hedging tahun depan," kata William.

William memprediksi, hingga akhir tahun, rupiah bertengger di level Rp 13.100-Rp 13.550 per dollar AS. Proyeksi ini sudah dengan mempertimbangkan sentimen dari kenaikan suku bunga AS.

"Saya masih yakin The Fed tidak menaikkan suku bunga karena masa transisi pergantian presiden," kata William.

Analis Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Reza Priyambada, memprediksi, rupiah masih bisa rebound ke level Rp 12.950-Rp 13.350 per dollar AS.

Kepala Riset dan Kebijakan Strategis Bahana Securities Harry Su memperkirakan, nilai tukar rupiah akan tutup di level Rp 13.200 pada akhir tahun. Prediksi ini jauh dari perkiraan sebelumnya, yakni Rp 12.800. (Emir Yanwardhana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bakal Jalankan Program Penjaminan Polis, LPS: Tugas Berat

Bakal Jalankan Program Penjaminan Polis, LPS: Tugas Berat

Whats New
Menperin Sebut Dumping Jadi Salah Satu Penyebab PHK di Industri Tekstil

Menperin Sebut Dumping Jadi Salah Satu Penyebab PHK di Industri Tekstil

Whats New
Data Terbaru Uang Beredar di Indonesia, Hampir Tembus Rp 9.000 Triliun

Data Terbaru Uang Beredar di Indonesia, Hampir Tembus Rp 9.000 Triliun

Whats New
Jadi BUMN Infrastruktur Terbaik di Indonesia, Hutama Karya Masuk Peringkat Ke-183 Fortune Southeast Asia 500

Jadi BUMN Infrastruktur Terbaik di Indonesia, Hutama Karya Masuk Peringkat Ke-183 Fortune Southeast Asia 500

Whats New
Mendag Zulhas Segera Terbitkan Aturan Baru Ekspor Kratom

Mendag Zulhas Segera Terbitkan Aturan Baru Ekspor Kratom

Whats New
Manfaatnya Besar, Pertagas Dukung Integrasi Pipa Transmisi Gas Bumi Sumatera-Jawa

Manfaatnya Besar, Pertagas Dukung Integrasi Pipa Transmisi Gas Bumi Sumatera-Jawa

Whats New
Soal Investor Khawatir dengan APBN Prabowo, Bos BI: Hanya Persepsi, Belum Tentu Benar

Soal Investor Khawatir dengan APBN Prabowo, Bos BI: Hanya Persepsi, Belum Tentu Benar

Whats New
Premi Asuransi Kendaraan Tetap Tumbuh di Tengah Tren Penurunan Penjualan, Ini Alasannya

Premi Asuransi Kendaraan Tetap Tumbuh di Tengah Tren Penurunan Penjualan, Ini Alasannya

Whats New
Hidrogen Hijau Jadi EBT dengan Potensi Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pengembangannya

Hidrogen Hijau Jadi EBT dengan Potensi Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pengembangannya

Whats New
Rupiah Masih Tertekan, Bank Jual Dollar AS Rp 16.600

Rupiah Masih Tertekan, Bank Jual Dollar AS Rp 16.600

Whats New
Freeport Akan Resmikan Smelter di Gresik Pekan Depan

Freeport Akan Resmikan Smelter di Gresik Pekan Depan

Whats New
Akhir Pekan, IHSG Mengawali Hari di Zona Hijau

Akhir Pekan, IHSG Mengawali Hari di Zona Hijau

Whats New
Ini Kendala Asuransi Rumuskan Aturan Baku Produk Kendaraan Listrik

Ini Kendala Asuransi Rumuskan Aturan Baku Produk Kendaraan Listrik

Whats New
Dokumen Tak Lengkap, KPPU Tunda Sidang Google yang Diduga Lakukan Monopoli Pasar

Dokumen Tak Lengkap, KPPU Tunda Sidang Google yang Diduga Lakukan Monopoli Pasar

Whats New
Bos Bulog Ungkap Alasan Mengapa RI Bakal Akuisisi Sumber Beras Kamboja

Bos Bulog Ungkap Alasan Mengapa RI Bakal Akuisisi Sumber Beras Kamboja

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com