Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produsen Diminta Bikin Kemasan Plastik yang Mudah Terurai

Kompas.com - 23/04/2019, 08:35 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lama ini kita dikejutkan dengan penemuan kemasan mie instan yang terombang ambing di laut lepas dan ditemukan di daerah Malang.

Usia kemasan itu diketahui sudah mencapai 19 tahun, tapi kondisinya masih utuh. Sama sekali tidak rusak, hanya warnanya saja yang sedikit pudar. Hal ini menyadarkan kita bahwa sulitnya kemasan plastik untuk terurai, bahkan hingga belasan tahun pun belum hancur.

Melihat hal tersebut, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira mengatakan, produsen yang masih banyak menggunakan bahan plastik untuk membungkus produk mereka harus segera berbenah. Caranya, dengan mengganti desain atau bahan baku kemasan yang digunakan saat ini.

"Coba dipikirkan ulang kemasannya. Itu kan kemasan yang dirancang untuk memikat pembeli, tapi tidak didesain sampai hilang lagi," ujar Tiza kepada Kompas.com, Senin (22/4/2019).

Baca juga: Bye Bye Plastic, Kisah 2 Gadis Muda Mewujudkan Bali Bebas Sampah Plastik

Tiza mengatakan, betapa banyak sampah plastik yang harus terbuang setiap harinya hanya dalam satu kemasan mi instan. Di dalamnya terdapat sachet bumbu, minyak, bubuk cabai, dan sebagainya. Kemudian, untuk minuman yang dibawa pulang, terdiri dari beberapa jenis plastik untuk gelasnya, tutup plastik, sedotan, dan pembungkus sedotan.

Dari kemasan itu, yang masih bernilai untuk didaur ulang hanya gelas plastiknya. Sementara plastik pembungkus lainnya tak bisa diolah dengan baik.

"Kenapa tidak dibenerin desainnya, satu saja desainnya dan tidak banyak printilan supaya pendaur lebih gampang," kata Tiza.

Oleh karena itu, produsen harus memikirkan bagaimana kemasan produk mereka bisa terolah dan hancur dalam jangka waktu yang singkat. Saat ini, kata Tiza, banyak alternatif kemasan makanan atau minuman yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, kemasan dari bahan dasar rumput laut atau singkong.

Selain itu, sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap lingkungan, produsen harus menarik kembali kemasannya sendiri.

"Dia harus bikin sistem di mana dia bertanggungjawab atas sampah yang dia hasilkan. Dia yang produksi, dia sendiri yang mengolah supaya tidak membebani orang lain untuk mengolahnya," kata Tiza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com