Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Toto Sugiri Membangun "Kerajaan" Bisnis Teknologi: Mulailah dengan Empati, Niatkan untuk Berguna

Kompas.com - 13/07/2023, 06:15 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Satu dari sekian banyak orang kaya di RI, Otto Toto Sugiri berhasil membangun tiga perusahaan yang bergerak di sektor teknologi. Bill Gates-nya Indonesia itu merupakan pemilik dari Sigma Cipta Caraka, Indo Internet (Indonet), dan DCI Indonesia.

Toto memulai tiga bisnisnya tersebut berawal dari cita-cita mulia, yakni bisa bermanfaat bagi masyarakat di Tanah Air. Namun, cita-cita itu tentunya tidak berjalan mulus-mulus saja. Tentu banyak halangan dan rintangan yang dilaluinya.

“Sukses yang besar itu, bisa membantu dan berguna buat orang lain. Hal seperti itu jadi pedoman bikin bisnis sendiri, dan jadi modal saya bikin bisnis. Saya enggak punya cita-cita banyak uang soalnya, saya sudah happy dengan kerjaan saya, dan motivasi saya besar banget bikin software seperti itu,” kata Toto saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (5/7/2023).

Sebagai lulusan fakultas Teknik Informatika Jerman di tahun 1980, Toto memulai karirnya di Tripatra Engineers. Saat itu, Toto hanya mendapatkan gaji Rp 300.000. Padahal, ia juga dilirik oleh perusahaan Jerman yang bergerak pada bisnis pembuatan crane yang menawarkan gaji Rp 700.000 dengan benefit mobil kantor.

“Saya ambil pekerjaan di Tripatra, karena saya terkesan dengan perusahaannya. Usai bekerja di Tripatra, saya diajak teman untuk membuat perusahaan software, dan lokasinya di Senayan City, saya jalan kaki dari Gatot Subroto ke Senayan City, saya pikir, di Jerman juga saya jalan kaki, jadi tidak masalah,” ujar Toto saat berbincang bersama Kompas.com, Rabu (5/7/2023).

Baca juga: Rahasia Sukses Toto Sugiri Jadi Orang Terkaya Ke-23 RI: Jauhi Utang dan Jangan Meminta-minta

Bikin software pinjaman untuk nelayan

Tahun 1983 Toto diminta bergabung dengan perusahaan perbankan keluarga milik pamannya, Bank Bali. Awalnya Toto sempat menolak, namun ia dibujuk oleh pamannya yang kala itu merupakan salah satu pendiri Bank Bali. Ia mengaku, alasan tidak dapat menolak permintaan itu adalah, ingin membuat senang pamannya.

“Saya dibujuk untuk bantu paman saya di Bank Bali. Padahal saya saat itu sudah enjoy untuk bikin software pinjaman untuk nelayan. Akhirnya untuk bikin senang dia, saya ikut join ke Bank Bali dan membuat software disitu,” jelasnya.

“Pengalaman saya berjuang, enggak tidur untuk membuat software. Software yang dibuat itu memudahkan kerja pegawai bank yang tadinya pulang jam 11 malam, mereka bisa pulang jam 5 sore. Cita-cita saya nyampe ini, karyawan pulang masih bisa lihat matahari,” ujar dia.

Di sisi lain, ada beberapa hal yang menurutnya tidak sejalan dengan prinsip yang ia miliki untuk melanjutkan bekerja di Bank Bali. Maka dari itu, ia mengajukan resign dari perusahaan keluarga tersebut. Menurut dia, salah satu yang harus disyukuri perusahaan adalah, ketika memiliki karyawan yang jujur dan pekerja keras, tapi hal itu juga harus diapresiasi.

“Saya melihat perusahaan keluarga kurang fair, saya kasihan sama karyawan yang belasan tahun cuma ngitung cek pakai kalkulator. Tapi kita beruntung bisa punya karyawan yang jujur dan rajin bekerja, hingga bisnis kita bagus, tapi setelahnya kita harus mendidik mereka supaya memiliki kerja yang ber-value,” ujar dia.

Keluarnya Toto dari perusahaan keluarga untuk mendirikan perusahaan baru, juga diikuti oleh beberapa rekannya, salah satunya Marina Budiman, yang saat ini merupakan pemegang saham terbesar kedua di PT DCI Indonesia.

Baca juga: Tetap Sederhana, Intip Harga Outfit Orang Terkaya Ke-23 RI Toto Sugiri

Tantangan Toto dan Marina saat Mendirikan Sigma Cipta Caraka

Tahun 1989, Toto mulai mendirikan perusahaan Sigma Cipta Caraka yang merupakan perusahaan teknologi pembuat software. Kala peresmian, gedung ayah Toto mengaku bangga dengan pencapaian putranya tersebut. Ayahnya mengungkapkan bahwa Toto adalah salah satu anak yang memegang prinsip.

“Ayah saya mengaku bangga (dia bicara dengan temannya), dia bilang saya memegang prinsip, bahwa sukses itu bukan banyak duit, tapi sukses itu banyak beguna bagi banyak orang, banyak bikin orang senang, dan itu bikin bahagia diri kita,” ujar dia.

“Bagi saya, selama saya punya tabungan yang cukup untuk saya, menjamin istri dan anak saya, saya mulai kaya,” katanya.

Baca juga: Anthony Salim Borong Saham, Bos DCI Ungkap Alasannya

Toto mengatakan, dalam membangun usaha barunya itu, ia menggunakan modal dari tabungan yang ia miliki. Jumlahnya adalah 200.000 dollar AS. Kurs saat itu adalah Rp 2.000 di tahun 1989. Jika dijumlahkan nilainya adalah Rp 400 juta. Toto mengaku, uang tersebut digunakan untuk menyewa paviliun di Bendungan Hilir yang hanya cukup untuk 10 bulan penggunaan.

“Saya bikin Sigma itu modal dari tabungan saya karena saya kerja sampai jam 2 pagi (di Bank Bali), kapan saya sempat buang uangnya. Istri saya juga, setuju saat saya ingin keluar dari Bank Bali, untuk membangun usaha baru, selama punya waktu lebih untuk keluarga,” jelasnya.

“Jadi keberhasilan kita bergantung pada patner kita. Patner saya mengajarkan saya, sebelum dapat kerjaan untuk tidak menghabiskan uang, dia selalu mengirimkan makanan, dia juga mengajarkan saya dari naik mobil Mercy, untuk naik angkot,” ungkap Toto.

Toto mengatakan, saat dirinya akan berhenti kerja dari Bank Bali, perusahaan masih berupaya menahan dirinya, dan juga karyawan lainnya yang ingin resign mengikuti Toto. Dia bilang mereka ditawari gaji 5 kali lebih besar jika mau tetap berada di perusahaan itu.

Baca juga: Profil Otto Toto Sugiri, 4 Dekade Bangun Industri Teknologi dan Masuk Jajaran Orang Terkaya Indonesia

 


Toto bilang, para karyawan yang ikut bekerja dengan dia termasuk Marina merupakan kalangan orang-orang yang kondisi keuangannya sulit saat itu. Dia bilang Marina saat itu kerja sebagai trainee, dan harus membiayai keluarga termasuk adik dan keluarga.

“Saya waktu itu motivasinya memberikan kehidupan mereka lebih baik dibandingkan mereka masih kerja di bank. Kadang perusahaan Sigma goyang juga sih, sempat tergoda pada tawaran-tawaran dari perusahaan lain, namun khawatir akan mengalami kejadian yang serupa dengan yang sebelumnya,” ujarnya.

Di tahun pertama, dari modal 200.000 dollar AS, Sigma mendapatkkan profit 1,2 juta dollar. Penyumbang bisnis Sigma mencakup, distributor produk IBM, penjualan mesin komputer, dan agen software dari luar negeri. Dari keuntungan itu, Toto menjual software tersebut ke 70 perbankan dengan harga lebih murah daripada harga software luar negeri.

“Saya juga minta semua founder tidak boleh memasukkan anak-anaknya di perusahaan ini. Saya ingin perusahaan itu seperti keluarga, bukan keluarga dalam perusahaan. Berhasil disitu dalam 3-4 tahun kita bisa bikin gedung sendiri dengan karyawan berjumlah diatas 120 orang. Itu bikin kita PD, dimana Sigma jadi kumpulan entrepreneur. Dididik dari mental, dan tidak boleh punya utang,” jelas dia.

Baca juga: Kisah Sukses Toto Sugiri, Orang Terkaya Ke-23 di RI yang Sempat Jadi Sopir Taksi

 

Jatuh Bangun Membangun Indo Internet (Indonet)

Toto mulai membangung perusahan Internet Service Provider (ISP), PT Indointernet Tbk di tahun 1994. Toto mengatakan, Indonet merupakan kesempatan baru kala itu dalam membantu mencukupi kebutuhan informasi yang dinilai masih lambat.

Awalnya, Toto menilai bahwa kebutuhan ISP bisa digunakan para mahasiswa untuk mempercepat studinya. Hal ini mengingat para mahasiswa saat itu mengandalkan foto kopi buku untuk belajar, sehingga prosesnya cenderung lambat.

“Saya punya ide bikin anak usaha. Karyawan yang punya potensi kita jadikan partner. Tahun 1994, kita bikin ISP yang pertama di Indonesia. Bersama IBM, kita membuat software untuk mahasiswa Indonesia, yang kala itu belajarnya lambat, karena harus nunggu dapat foto kopi buku, jadi dapat ilmunya lama banget, kalau ada internet kan dia bisa mulai berlajar cepat,” jelasnya.

Namun demikian bisnis tersebut bukan tanpa rintangan. Toto mengatakan di tahun pertama bisnis Indonet mengalami kerugian, dimana jumlah subscriber mencapai 6.000 user, namun yang membayar hanya 2.000 subscriber.

“Indonet bisnisnya tidak smooth, dan yang boncos itu biaya bayar bandwidth, karena saat itu kan masih pakai telepon line dengan modem. Belum ada browser, dan masih pakai green screen. Tapi kita siasati dengan, yang enggak bayar kita hold dulu dan yang bayar kita layani sebaik mungkin dengan akses internetnya, ya anggap saja konsumen kita 2.000,” ungkapnya.

Dari strategi tersebut, Toto mengatakan perlahan bisnisnya mulai sustain dan menghasilkan meskipun sedikit. Indonet go publik dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2021 dengan kode emiten EDGE.

Toto bilang, untuk memulai bisnis yang sukses harus dimulai dari empati, dan bukan uang. Karena dengan memberikan hal yang bermanfaat, tentu penerimanya akan menghargai itu.

“Kita belajar bahwa bisnis itu bisa berhasil kalau dimulai dengan empati, bukan uang. Kalau kita bikin sesuatu yang bermanfaat, untuk banyak orang, penerimanya akan menghargai itu, bentuk sederhanya adalah diberi uang, tapi penghargaan terbesarnya adalah rasa terima kasih,” lanjutnya.

“Manusia itu prinsip yang harus dipegang adalah tidak minta-minta ke orang, bagi saya, manusia hidup maju kalau bisa memberi, yang artinya dia orang kaya. Tapi kalau orang miskin itu, tidak pernah merasa cukup, dia meminta-minta kalau tidak dikasih dia ngerampok. Ngerampok kalau enggak dapat dia membunuh, itu artinya kehidupan akan turun,” kata Toto.

 

Memulai Bisnis Data Center DCI Indonesia Tanpa Utang

Tahun 2012, Toto memulai bisnis data center, melalui PT DCI Indonesia. DCI merupakan satu-satunya perusahaan milik Toto yang memakai pinjaman. Namun, Toto memastikan bahwa kondisi keuangan perusahaan sehat, sehingga utang-utang yang dimiliki mampu dilunasi.

Toto mengatakan, dengan kebutuhan data center yang besar, maka otomatis modal yang dibutuhkan juga tidak sedikit.

“Perusahaan yang pertama kali memakai pinjaman itu DCI. Dari sisi bisnis, DCI membutuhkan modal besar, karena untuk membangun satu data center membutuhkan Rp 1 triliun. Di Cibitung dan Karawang, kita punya 4 gedung data center dan kita masih pakai bank loan,” lanjutnya.

“Di sini kita belajar bahwa cita–cita besar membutuhkan modal yang besar pula. Tapi, kita bisa me-manage cash flow, dan mampu untuk membayar utang. Pinjaman ini akan mempercepat pertumbuhan bisnis kita di DCI,” jelas Toto.

Toto mengungkapkan, kebutuhan akan data center di Indonesia sangat besar. Menurut dia, data center tidak ubahnya dengan minyak mentah yang merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan secara jangka panjang. Namun, kendala yang terjadi saat ini adalah pusat data saat ini kebanyakan berada di Singapura.

“Data itu, seperti the next oil. Data yang dibuat dan di-generate oleh konsumen Indonesia sampai saat ini ada di Singapura. Mulai dari 60 juta Facebook User, data pesan di Whatsapp, hingga Instagram semua ada di Singapura. Jadi minyak mentah kita ini ada di Singapura, yang merupakan bahan baku itu,” katanya.

DCI tercatat di bursa efek dengan kode DCII pada tahun 2020. Toto menjabat sebagai Presiden Direktur dengan kepemilikan 29,9 persen jumlah saham dengan nilai 712,7 juta lembar saham. Sementara itu, Marina Budiman memiliki 22,5 persen saham yang setara dengan 536,5 juta saham, dan menjabat sebagai Presiden Komisaris.

Indonet tercatat di BEI pada tahun 2021, dimana pemilik saham pengendali adalah Digital Edge Hong Kong sebanyak 59,1 persen atau 238,7 juta lembar saham. Toto memiliki komposisi saham sebesar 16,5 persen atau 66,8 juta lembar saham.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com