Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Tantangan dan Peluang Indonesia Lakukan Dedolarisasi dan Gabung BRICS

Kompas.com - 09/05/2023, 11:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA waktu belakangan, Indonesia gencar menunjukkan upaya mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melalui dedolarisasi. Pada Mei ini, Indonesia bekerja sama dengan Bank Sentral Korea Selatan dan beberapa negara Asia Tenggara dalam penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan dan investasi, yang merupakan contoh nyata dari upaya ini.

Tujuan utama dedolarisasi adalah menciptakan stabilitas nilai tukar bagi mata uang lokal (rupiah) dan meningkatkan kedaulatan moneter. Fenomena dedolarisasi secara struktural yang terjadi di berbagai negara, terutama di negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), memiliki potensi untuk memberikan manfaat yang signifikan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Penggunaan dolar AS dalam perdagangan internasional diperkirakan akan terus menurun dalam beberapa dekade mendatang.

Baca juga: Penggunaan Mata Uang Lokal, BI Gandeng Bank Sentral Korea

Sementara itu, pembicaraan mengenai mata uang gabungan negara-negara BRICS dan penggunaan mata uang lokal dalam sistem pembayaran global semakin ramai. Namun, penggantian dolar AS sebagai mata uang dominan dalam perdagangan internasional memerlukan waktu yang panjang dan melibatkan berbagai faktor yang saling berinteraksi.

Indonesia sebagai negara dengan potensi ekonomi yang besar dapat memperkuat kerja sama dan koordinasi di antara emerging market melalui forum seperti BRICS. Hingga saat ini, Indonesia masih mempertimbangkan untuk menjadi anggota BRICS.

China mengakui bahwa Indonesia merupakan kandidat potensial untuk BRICS sebagai emerging market dan negara Muslim terbesar. Terlebih lagi, Indonesia berkomitmen terhadap stabilitas global dan ekonomi dunia yang terbuka.

Namun, BRICS belum memiliki aturan dan prosedur untuk perluasan keanggotaan. Adaptasi paradigma dan pandangan diperlukan jika Indonesia ingin bergabung dengan BRICS dan mengimbangi kemampuannya.

Manfaat dan tantangan pasti akan membuntuti apabila Indonesia tergabung dalam keanggotaan BRICS. Beberapa tantangan apabila Indonesia bergabung dengan BRICS adalah perbedaan sistem politik dan nilai-nilai antara anggota BRICS, serta potensi persaingan ekonomi.

Baca juga: Tinggalkan Dollar AS, ASEAN Perkuat Kerja Sama Pemanfaatan Mata Uang Lokal

Karena itu, Indonesia perlu mempertimbangkan dengan cermat langkah-langkah yang akan diambil. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membangun kerja sama yang lebih erat dan inklusif di antara anggota BRICS, serta meningkatkan koordinasi dengan negara-negara emerging market lainnya, seperti yang ada dalam kelompok MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia).

Tantangan Geopolitik bagi Indonesia

Indonesia menghadapi tantangan dan ancaman geopolitik yang cukup kompleks jika terus melakukan dedolarisasi dan bergabung dalam penggunaan mata uang BRICS. Indonesia berpotensi konflik dengan AS, yang merasa terancam oleh penurunan dominasi dolar AS dalam perdagangan internasional.

Hal itu bisa memengaruhi hubungan diplomatik dan perdagangan antara Indonesia dengan AS, serta negara-negara Barat lainnya, yang masih memiliki pengaruh signifikan dalam perekonomian global.

Indonesia juga harus siap menghadapi ketidakpastian ekonomi dan politik yang muncul akibat perubahan struktural ini. Perubahan dalam sistem moneter global dan penggunaan mata uang BRICS memerlukan adaptasi dan koordinasi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan institusi keuangan.

Baca juga: 19 Negara Disebut Berminat Gabung BRICS, Termasuk Indonesia

Terlebih lagi, proses ini akan melibatkan negara-negara dengan latar belakang politik, ekonomi, dan budaya yang beragam, sehingga meningkatkan risiko ketidakstabilan dan ketegangan geopolitik.

Indonesia juga harus jeli terhadap ancaman stabilitas regional dan global yang muncul akibat rivalitas negara-negara adidaya, seperti AS, China, dan Rusia. Masing-masing negara tadi mempunyai kepentingan strategis di kawasan Asia Pasifik.

Tergabungnya Indonesia ke dalam BRICS berpotensi memperburuk ketegangan dan posisi Indonesia menjadi lebih rentan terhadap tekanan eksternal. Untuk mengatasi tantangan dan ancaman geopolitik ini, Indonesia perlu membangun strategi yang seimbang dan fleksibel.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com