Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Menjadi Negara Maju Menurut Tiga Capres

Kompas.com - 20/12/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

CUITAN Doktor Chatib Basri di platform X (18/12), masih membekas di kepala saya: “Kata reform nyaris menjadi mantra. Teori ekonomi bicara soal dampak reform pada perekonomian.”

Saya setuju 100 persen dengan cuitan doktor Chatib. Reform dalam ekonomi tak berada di ruang hampa. Kapasitas ekonomi bisa meningkat, membawa Indonesia keluar dari jebakan Middle Income Trap (MIT), namun ekosistem politik belum memungkinkan reformasi ekonomi bergerak secara simultan.

Hal yang acapkali dilupakan para ekonom adalah, politik sebagai medium penting reformasi ekonomi.

Demokrasi lima tahunan yang kita lewati selama dua dekade, nyatanya belum mampu mengakselerasi ekonomi menuju negara maju. Kita masih berjalan di tempat dengan pertumbuhan rata-rata ekonomi selama dua dekade di kisaran 5 persen.

Dalam kaitannya dengan cuitan doktor Chatib itulah, Pemilu 2024, khususnya Pilpres, perlu dilihat sebagai pintu masuknya reformasi ekonomi. Sebagaimana terobosan gagasan para Capres saat ini.

Menjadi negara maju

Salah satu gagasan penting reformasi ekonomi adalah pemerataan ekonomi. Gagasan pemerataan dan keadilan distribusi kue ekonomi, menjadi konsen Capres Anies Baswedan.

Dengan harapan, setiap daerah di Indonesia menjadi kontributor utama PDB nasional, melalui peningkatan kinerja Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Selama masih ada disparitas ekonomi antardaerah, maka kontributor PDB nasional menjadi tidak optimal, sebagaimana judul artikel KOMPAS edisi 9 November 2023: “Ketimpangan Hambat Lompatan Ekonomi.”

Hingga saat ini, berdasarkan data BPS, struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada Triwulan 3-2023 masih didominasi wilayah Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,12 persen.

Sementara zona Nusa Tenggara dan Bali, Maluku, Papua dan Kalimantan, kontribusinya terhadap ekonomi nasional tak lebih dari 9 persen.

Konsentrasi pertumbuhan ekonomi nasional yang masih terpusat di daratan Jawa juga disebabkan oleh distribusi investasi yang belum merata.

Sebagai contoh, dari data BPS tentang realisasi investasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) tahun 2020-2022, masih memperlihatkan ketimpangan.

Jawa memiliki rasio investasi tertinggi, yaitu 63,7 persen, yang berarti lebih dari setengah total investasi di Indonesia berasal dari daratan Jawa.

Daratan Sumatera dan Kalimantan menempati posisi kedua dan ketiga dengan rasio investasi masing-masing 23,6 persen dan 20,1 persen.

Daratan Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara dan Bali memiliki rasio investasi yang relatif rendah, yaitu di bawah 10 persen. Hal ini menggambarkan masih ada ketimpangan dalam distribusi investasi antara antardaerah di Indonesia.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com