Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Eng. IB Ilham Malik
Dosen Prodi Perencanaan Wilayah & Kota ITERA

Ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota ITERA. Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Bidang Kajian Kebijakan Transportasi

Mencegah Kecelakaan Kereta Api Berulang

Kompas.com - 06/01/2024, 08:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SERINGKALI setiap ada kecelakaan kereta api, skala persoalannya diukur dari seberapa banyak korban jiwa.

Jika korban jiwa empat orang, maka akan dianggap bukan kecelakaan fatal dibandingkan kecelakaan yang memakan korban 40 jiwa. Bahkan korban 40 jiwa dianggap bukan kecelakaan fatal jika dibandingkan dengan korban 100 orang, misalnya.

Seringkali, langkah “serius” diambil berdasarkan berapa korban jiwa yang muncul akibat suatu kecelakaan tertentu. Jadi tolok ukurnya ada pada korban jiwa.

Padahal, harusnya tidak seperti itu. Setiap perhatian dan penanganan dan pencegahan, atas suatu peristiwa kecelakaan, tidak melihat dari sisi jumlah korban jiwa/luka, tapi melihat penyebab peristiwa kecelakaan.

Seperti yang terjadi pada peristiwa kecelakaan kereta api di Cicalengka, Jawa Barat. Persoalannya ada di bagian mana, harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki segala sesuatunya. Tujuannya, agar zero accident bisa berjalan di kereta api.

Tentu saja, akan sangat mudah berhipotesis kecelakaan kereta api terjadi karena human error. Penyebabnya bisa karena kelalaian, kelelahan atau faktor lainnya.

Namun perlu diingat bahwa di situlah peranan teknologi dihadirkan, yaitu untuk mencegah suatu peristiwa kecelakaan terjadi akibat kelalaian petugas.

Sekarang, apakah teknologi pencegahan kecelakaan sudah ada? Bagaimana perawatannya? Seharusnya, keselamatan manusia dijaga secara berlapis oleh teknologi dan petugas. Bahkan teknologi bisa berlapis-lapis alat kotrolnya.

Sehingga suatu hal yang bersifat rutin, kerja-kerja rutin, yang bisa menimbulkan kelalaian dan kebosanan, bisa ditangani oleh teknologi. Tidak melibatkan manusia.

Dari sisi waktu, kecepatan reaksi dan kehandalan pelayanan lainnya yang bersifat rutin bisa berjalan begitu saja. Tidak terganggu oleh “perilaku” manusia yang memang akan mudah lalai, lambat dan salah persepsi atas suatu hal tertentu.

Sekarang, ketimbang dengan mudah mengarahkan telunjuk kesalahan ke petugas di Stasiun Cicalengka atau di Kereta Api Turangga dan Komuter, lebih baik melakukan audit teknologi perkeretaapian.

Bahkan, perlu ada audit atas seluruh penerapan teknologi pengatur lalu lintas dan keselamatan pekeretaapian yang sudah dimiliki saat ini.

Apakah masih memadai? Apakah masih berfungsi dengan baik? Apakah compatible antarstasiun dan masing-masing kereta?

Ombudsman mungkin perlu turun selain KNKT. Tujuannya mengaudit apakah seluruh prosedur pengelolaan kereta api di pemerintah sudah berjalan dengan baik atau belum.

Audit ini bukan soal “masalah hukum”, tapi lebih pada identifikasi, pemetaan, dan menyusun rencana kegiatan agar semua bisa berjalan dan terkelola dengan baik.

Kita berharap masalah kecelakaan kereta api bisa menjadi momentum perbaikan secara keseluruhan. Jangan sampai, hanya karena jumlah korban yang dinilai sedikit, lalu tidak ada langkah strategis.

Padahal, peristiwa kecil bisa menjadi momentum untuk melakukan perubahan besar. Jika suatu peristiwa sudah besar duluan, maka perbaikannya akan lebih rumit. Biasanya tidak selesai akibat muncul banyak keterbatasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com