JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bakal melelang jatah lahan tambang organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang menolak untuk mengelola. Adapun pemerintah hanya memberikan izin kelola tambang ke 6 ormas agama.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, ada ada 6 lahan tambang yang akan diberikan ke 6 ormas keagamaan untuk dikelola. Tapi jika ormas tersebut menolak, maka lahan tambang akan kembali ke negara dan dilelang.
"Ya, kembali kepada negara, kita berlakukan sebagaimana aturan yang ada, lelang kalau tidak mau ambil," ujarnya di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, Jumat (7/6/2024).
Adapun enam lahan tambang yang disiapkan pemerintah untuk ormas keagamaan merupakan hasil penciutan dari lahan beberapa perusahaan besar. Seluruh lahan merupakan tambang dengan komoditas berupa batu bara.
Terdiri dari lahan tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
Saat ini ormas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang sudah memproses Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), dipastikan mendapat izin pengelolaan tambang di lahan eks PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Sementara untuk Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) telah menyatakan menolak tawaran pemerintah untuk mengelola lahan pertambangan.
Baca juga: Bahlil: Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan Berlaku 5 Tahun
Menurut Arifin, ada sejumlah ketentuan yang tetap harus dipenuhi badan usaha ormas tersebut jika ingin mengelola lahan tambang.
Salah satunya, harus melakukan feasibility study (FS) atas lahan yang diberikan sehingga dapat mengetahui market yang menjadi tujuan produk batu bara yang dihasilkan.
"Harus bikin dulu FS, dia mau marketnya ke mana, dengan market itu ingin produksi berapa. Untuk produksi itu dia (badan usaha ormas) perlu peralatan berapa, itu masuk dalam FS," jelas dia.
Setelah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), badan usaha ormas keagamaan tersebut wajib mengerjakan pengelolaan lahan dalam kurun waktu 5 tahun.
Targetnya, lahan tambang bisa berproduksi setidaknya dalam 2-3 tahun setelah IUP terbit.
Ormas yang mendapat IUP juga harus membayar biaya kompensasi data informasi (KDI).
"Harus memenuhi persyaratannya, ada KDI," kata Arifin.
Baca juga: Baru PBNU yang Ajukan Izin Tambang, Ormas Lain Belum Ada
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.