Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kementan: Jangan Palsukan Pestisida

Jangan sampai setelah mendapat izin dan dikemas dalam botol dikurangi komposisinya.

Hal itu ia ungkapkan saat melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 43/2019 tentang Pendaftaran Pestisida.

Acara sosialisasi ini digelar di Ruang Rapat Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Jumat (27/9).

Rapat sosialisasi ini dihadiri pula Direktur Pupuk Pestisida Muhrizal Sarwani, Tim Teknis Komisi Pestisida, Perusahaan dan Asosiasi Pestisida.

Sarwo Edhy juga meminta Komisi Pestisida agar ikut mengawasi dan para pelaku usaha agar konsisten.

Untuk diketahui, Permentan 43/2019 merupakan perubahan atas Permentan 39/2015.

Beberapa substansi perubahan di antaranya adalah tentang izin sementara yang sebelumnya pada Permentan 39 belum diatur.

Oleh karena itu, pada Permentan 43 tata cara permohonan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Selain itu, perpanjangan izin percobaan yang semula di Permentan 39 dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu 1 tahun maka pada Permentan 43 dapat diperpanjang 2 kali untuk jangka waktu masing-masing 1 tahun.

Peran besar pestisida

Sarwo Edhy mengatakan, pestisida memiliki peran besar dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman.

Terlebih jika serangan hama dan penyakit telah mencapai ambang batas pengendalian.

"Namun begitu, pestisida juga mempunyai resiko terhadap keselamatan manusia dan lingkungan, pemerintah berkewajiban mengatur perizinan, peredaran, dan penggunaan pestisida agar dapat dimanfaatkan secara bijaksana," tuturnya dalam rilis tertulis, Jumat (27/9/2019).

Sarwo Edhy menambahkan, untuk meminimalisasi dampak negatif dari kesehatan manusia maupun lingkungan, pemerintah Indonesia mengatur penggunaan pestisida.

Penggunaan pestisida harus benar-benar sesuai dengan peraturan dan prosedur sehingga manfaat yang diperoleh akan lebih besar dibandingkan dampak negatif yang ditimbulkan.

“Bagaimana pun pestisida itu tetap harus ramah lingkungan. Kami juga ingin memperkuat kelembagaan di bidang pestisida," kata Sarwo Edhy.

Merugikan

Pestisida palsu dan pestisida ilegal, lanjutnya, yang tidak diketahui mutu dan efikasinya sangat merugikan petani karena harganya sama dengan produk aslinya tetapi kualitasnya rendah.

“Produsen pestisida juga dirugikan karena terkait hak kekayaan intelektual termasuk di antaranya paten, hak cipta, hak desain industri, merek dagang hak varietas tanaman, dan indikasi geografis," ujar Sarwo Edhy.

Pestisida palsu juga dapat menghambat ekspor komoditas hasil pertanian sendiri karena dinilai terlalu banyak terpapar residu pestisida.

Di beberapa negara tujuan ekspor dari komoditas pertanian Indonersia, sangat perhatian terhadap maximum residue limit (MRL) sehingga penggunaan pestisida palsu dan ilegal bisa mempersulit ekspor produk pertanian.

Sarwo Edhy mengungkapan, berdasarkan hasil penelitian di Institut Pertanian Bogor (IPB) penggunaan pupuk dan pestisida palsu juga membuat struktur tanah rusak sehingga hasil produksinya turun. 

“Yang asli efektif, yang palsu ada dalam racikannya itu yang kimiawinya malah menumbuhkan organisme pengganggu tanaman baru,” pungkas Sarwo Edhy.

https://money.kompas.com/read/2019/09/28/093743026/kementan-jangan-palsukan-pestisida

Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke