Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polri Simpulkan Tak Ada Kartel di Balik Permainan Harga Minyak Goreng

KOMPAS.com - Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri belum menemukan tindak pidana praktik kartel, penimbunan, maupun permainan harga minyak goreng, yang dilakukan pelaku usaha maupun distributor di kondisi kelangkaan kebutuhan pokok tersebut.

Ketua Satgas Pangan Polri Irjen Pol. Helmy Santika mengatakan kelangkaan minyak goreng di beberapa wilayah disebabkan adanya penyesuaian pola kegiatan para pelaku usaha dengan kebijakan Pemerintah dalam rangka menstabilkan harga komoditi tersebut.

"Sejauh ini belum ditemukan adanya kartel. Bila masyarakat memiliki informasi praktik-praktik kartel, permainan harga, maupun penimbunan, baik yang dilakukan oleh pelaku usaha, distributor maupun oknum tertentu, maka segera informasikan kepada Satgas Pangan Polri untuk segera kami tindaklanjuti," kata Helmy dilansir dari Antara, Selasa (8/3/2022).

Dia menjelaskan Satgas Pangan Polri melakukan pengawasan minyak goreng di seluruh wilayah Indonesia, antara lain di Makassar, Medan, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Lebak, dan Serang.

Dari pengawasan itu, lanjutnya, ditemukan pelaku usaha yang menahan penjualan stok minyak goreng, karena sebelumnya membeli dengan harga lama lebih mahal daripada harga eceran tertinggi (HET) dari Pemerintah.

"Terhadap temuan ini, Polri mendorong untuk segera didistribusikan sesuai mekanisme pasar," tukasnya.

Dia juga mengatakan sudah ada kebijakan pengembalian produk atau return terhadap pedagang yang membeli minyak sebelum penerapan HET. Selisih harga lama dan HET terhadap minyak goreng yang dibeli pedagang itu akan dibayar oleh Pemerintah.

Polri mengimbau kepada seluruh produsen dan distributor minyak goreng untuk segera mendistribusikan barang tersebut. Polri juga meminta para pelaku usaha untuk tidak menahan atau menimbun stok minyak goreng serta mengurangi alokasi distribusi produk.

Satgas Pangan Polri, lanjutnya, selalu mengedepankan komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi dengan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait untuk mengantisipasi lonjakan harga dan mengawal ketersediaan bahan pokok.

Polri juga melakukan deteksi dini terkait gejolak permasalahan mulai dari tingkat bawah, baik produsen, petani, pedagang, distributor, importir, maupun konsumen, sehingga bisa dikoordinasikan dengan pihak berwenang untuk mencari solusi terbaik, khususnya menjelang puasa dan lebaran.

Kemudian, Polri juga turut serta turun ke lapangan bersama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, serta Badan Pangan Nasional untuk mengecek dan mengidentifikasi permasalahan yang ada.

"Yang paling terpenting adalah menjaga ketersediaan bahan pokok pangan. Salah satu cara terampuh untuk menjaga harga sembako adalah dengan menjaga ketersediaan stok dan menjaga keseimbangan supply and demand," ujarnya.

Temuan KPPU

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat bahwa harga minyak goreng di Indonesia tidak berbanding lurus mengikuti harga minyak sawit mentah atau CPO internasional.

Deputi Kajian dan Advokasi KPPU RI Taufik mengungkapkan bahwa harga CPO internasional fluktuatif tergantung dengan pasokan dan permintaan, sementara harga minyak goreng nasional cenderung dalam tren naik dalam jangka waktu yang panjang tanpa ada penurunan.

"Hasil temuan kami terjadi rigiditas pasar minyak goreng terhadap harga CPO," jelas Taufik.

"Fluktuasi harga CPO di pasar internasional mengikuti pasokan dan permintaan di pasar internasional, tapi harga minyak goreng di pasar domestik relatif stabil dan cenderung naik jadi sangat berbeda pergerakannya," kata Taufik lagi.

Bahkan pada beberapa waktu terjadi penurunan dalam terhadap harga CPO internasional, namun harga minyak goreng di dalam negeri tetap dalam tren naik.

Taufik menjelaskan hal tersebut terjadi lantaran pasar minyak goreng di Indonesia terkonsentrasi atau terjadi oligopoli yaitu hanya segelintir perusahaan yang menguasai pasar sehingga harga ditentukan oleh produsen yang dominan tersebut.

"Berdasarkan data yang kita miliki memang struktur pasarnya terkonsentrasi, istilahnya oligopoli. Jadi ini menjadi concern bagi KPPU sendiri dan ini akan berdampak pada pembentukan harga di pasar," kata dia.

Terjadinya rigiditas harga minyak goreng terhadap harga CPO yang fluktuatif juga merupakan salah satu ciri oligopoli.

Selain itu Taufik juga mengemukakan adanya akuisisi atau pengambilalihan aset perusahaan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan besar terhadap perusahaan sawit kecil.

Pengambilalihan aset tersebut bisa berupa lahan perkebunan ataupun berupa saham. Taufik mengatakan praktik pengambilalihan aset tersebut makin memperkuat pasar oligopoli pada pasar kelapa sawit dan minyak goreng di Indonesia.

Dia mengemukakan volume ekspor CPO tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam satu tahun terakhir yakni hanya naik 0,6 persen.

Namun nilai ekspor meningkat hingga 52 persen dibanding tahun sebelumnya dikarenakan terjadi kenaikan harga CPO internasional.

KPPU juga mencatat dari total 18,42 juta ton CPO yang dikonversi menjadi minyak goreng menjadi 5,7 juta kiloliter untuk kebutuhan dalam negeri, penggunaan paling banyak adalah untuk minyak goreng curah sebesar 2,4 juta kiloliter.

"Catatan kami yang kebutuhan paling besar adalah untuk minyak goreng curah, kelompok rumah tangga, di mana mencapai 2,4 juta kiloliter," kata dia.

Selanjutnya penggunaan minyak goreng digunakan untuk industri sebesar 1,8 juta kiloliter, penggunaan minyak goreng premium atau yang ada di pasar modern 1,2 juta kiloliter, dan kemasan sederhana sebesar 231.000 kiloliter.

https://money.kompas.com/read/2022/03/08/090842626/polri-simpulkan-tak-ada-kartel-di-balik-permainan-harga-minyak-goreng

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke