Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Sesak Napas" Perusahaan Rintisan

Tingkat suku bunga itu telah naik 100 bps (basis points) dari keputusan RDG Bank Indonesia pada 21-22 September 2022 yang berada pada angka 4,25 persen.

Keputusan RDG Bank Indonesia yang bersifat front loaded, pre-emptive, dan forward looking tersebut menunjukkan adanya keputusan bank sentral yang bersifat agresif untuk dapat menahan laju inflasi dan menurunkan ekspetasinya. Bank Indonesia sendiri merilis bahwa angka inflasi pada Oktober 2022 mencapai 5,71 persen dari bulan sebelumnya yang mencapai 5,95 persen, tetapi capaian tersebut terbilang tinggi dibandingkan periode Januari 2022 yang berada pada angka 2,18 persen.

Gelombang PHK

Tingginya angka inflasi itu pula yang diasumsikan kemudian oleh pelaku pasar sebagai biang keladi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah perusahaan rintisan. Setidaknya dalam kurun waktu November 2022 saja, terdapat tiga perusahaan rintisan yang melakukan PHK kepada pegawainya. 

Shopee Indonesia melakukan PHK gelombang ketiga pada 14 November 2022 disusul PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) melakukan hal serupa pada 1.300 orang atau 12 persen dari total pegawainya pada 18 November 2022. Sementara PT Ruang Raya Indonesia atau Ruangguru melakukan PHK pada ratusan karyawannya.

CEO Ruangguru, Adamas Belva Syah Devara, dan COO Ruangguru, Muhammad Iman Usman, dalam pernyataan mereka di media sosial menyebutkan bahwa rekrutmen berlebih pada dua tahun terakhir serta tingginya angka inflasi dan kenaikan suku bunga membuat iklim investasi di dunia memburuk secara signifikan. Itulah alasan yang melatarbelakangi dilakukannya PHK.

"Sesak napas" akut perusahaan rintisan

Pertanyaan yang muncul kemudian di benak saya adalah apakah alasan itu merupakan hal yang patut dimaklumi dalam ekosistem perusahaan rintisan nasional?

Pada alasan pertama terdapat fakta telah terjadinya rekrutmen pegawai secara berlebih. Terkait alasan ini dapat ditegaskan bahwa pada hakikatnya itu adalah sebuah tindakan keliru sejak semula dari para pelaku perusahaan rintisan.

Setidaknya hal ini didasarkan pada dua perspektif yaitu, perspektif teknologi dan perspektif tata kelola perusahaan. Dalam perspektif teknologi, pengembangan ekosistem perusahaan rintisan dilakukan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan penguatan pemanfaatan aspek artificial intelligence (AI) sebagai pijakan dasar.

Pelaksanaan rekrutmen berlebih pada prinsipnya telah sejak semula akan berimplikasi pada besarnya jumlah sumber daya manusia (SDM), baik yang bersifat konvensional ataupun telah memiliki kecakapan digital yang memadai untuk dapat berkoneksi langsung dengan AI ataupun aspek relevan lainnya.

Dengan besar dan tidak terkendalinya jumlah SDM tersebut, terlebih apabila tidak didukung dengan kecakapan digital yang mumpuni, hal ini akan membuat pelaksanaan ekosistem perusahaan rintisan sudah rapuh dan tidak efisien untuk dikembangkan secara maksimal.

Pada perspektif tata kelola perusahaan, ekosistem perusahaan rintisan umumnya dibangun dengan memperhatikan prinsip keberlanjutan, visioner, dan penguatan kultur virtual contact and mindset. Apabila kekeliruan dimulai dari jumlah SDM yang berlebihan daripada apa yang dapat ditanggung perusahaan rintisan, hal itu akan membuat sisi visioner dan virtual mindset menjadi tidak berjalan.

Alasan kedua terkait angka inflasi dan kenaikan suku bunga yang membuat iklim investasi di dunia memburuk secara signifikan. Perusahaan rintisan patut menyadari bahwa kenaikan suku bunga Bank Indonesia secara agresif sudah dapat disadari semenjak kuartal II dan III-2022.

Perlu digarisbawahi bahwa dalam siklus perusahaan rintisan terdapat sebuah fase yang disebut fase “pecahnya gelembung” ataupun “lompatan S”. Apabila sebuah perusahaan rintisan gagal melakukan manajerialnya secara benar dan gagap dalam merespon keadaan perekonomian yang dinamis, “pecahnya gelembung” akan menjadi fase berikutnya yang akan dihadapi perusahaan rintisan.

Jika perusahaan rintisan mampu memberikan suatu pertahanan yang efisien, fase “lompatan S” akan dapat dilalui.

Permasalahannya adalah PHK yang dilakukan oleh perusahaan rintisan dengan “berlindung” pada alasan klasik ekonomi lesu adalah suatu hal yang “klise”, terlebih diucapkan oleh pelaku “virtual mindset”. Pegawai perusahaan rintisan dapat disertakan dalam pembangunan ekosistem perusahaan rintisan yang lebih visioner dengan penguatan AI.

Karena itu, pada dasarnya kedua alasan itu bukanlah alasan sesungguhnya perusahaan rintisan melakukan PHK, tetapi itu menunjukkan bahwa gejala "sesak napas" di tubuh perusahaan rintisan telah akut.

https://money.kompas.com/read/2022/12/04/073723926/sesak-napas-perusahaan-rintisan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke