Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Proyek Garuda Rupiah Digital dan Tantangan Industri Perbankan

Transparansi itu sangat diperlukan mengingat potensi dampak rupiah digital terhadap stabilitas perekonomian, terutama pada industri perbankan dan sistem pembayaran.

Penerbitan CBDC menjadi keniscayaan untuk menjawab tantangan dan ancaman dari mata uang kripto. Mata uang kripto seperti bitcoin menawarkan cara pembayaran tanpa batas yang cepat dengan biaya relatif murah.

Namun, nilai mata uang kripto sangat fluktuatif dan berpotensi merugikan konsumen. Dari sudut pandang otoritas, meluasnya penggunaan mata uang kripto akan menurunkan efektivitas kebijakan makro ekonomi serta integritas sistem pembayaran.

CBDC mempunyai kelebihan serupa dengan mata uang kripto tetapi dengan perbaikan mendasar pada aspek legalitas. Nilai CBDC stabil sesuai dengan versi konvensional karena adanya jaminan dari bank sentral.

Adanya dasar hukum yang kuat juga memastikan rupiah digital diterima oleh semua pihak dalam wilayah Indonesia.

Bank Indonesia tidak sendirian dalam penelitian terkait implementasi CBDC. Berdasarkan penelusuran Athletic Council, lembaga think tank berbasis di Amerika Serikat (AS), sebanyak 105 negara di dunia mengeksplorasi penggunaan CBDC. Sebelas negara di antaranya telah menerbitkan CBDC, terakhir Jam-Dex yang diterbitkan Jamaika pada Juni lalu.

China kemungkinan akan menjadi negara G20 pertama yang memiliki CBDC. E-CNY, nama untuk CBDC China, sudah diuji coba kepada publik secara terbatas sejak April 2021 dengan rencana implementasi penuh pada 2023.

Akan Menghadirkan Disrupsi

Penerbitan CBDC akan menghadirkan disrupsi besar terhadap industri perbankan dan sistem pembayaran. Yang pertama, dari sisi rentabilitas, terdapat potensi penurunan pendapatan dari biaya transaksi.

Rupiah digital akan “bersaing” secara langsung dengan jasa uang elektronik yang diterbitkan oleh bank. Hanya saja, rupiah digital akan lebih menarik karena mempunyai interoperabilitas yang tak terbatas, termasuk transfer antar individu.

Di sisi lain, uang elektronik hanya dapat digunakan pada pihak yang bekerja sama dengan masing-masing penerbit uang elektronik. Situasi ini akan mengubah peta bisnis sistem pembayaran. Bagi bank, jumlah transaksi uang elektronik akan turun dan berdampak pada penurunan pendapatan dari biaya transaksi.

Sementara itu, perusahaan penerbit uang elektronik selain bank, penurunan transaksi bisa menyebabkan bisnis mereka menjadi tidak relevan. Penyedia layanan uang elektronik seperti Gopay dan Ovo, perlu mencari pola bisnis yang baru dengan situasi ini.

Dokumen Proyek Garuda menyebut bahwa Bank Indonesia membuka opsi untuk menjadi penyedia platform digital wallet. Platform inilah yang bertanggung jawab mendistribusikan rupaih digital sekaligus untuk melakukan know your customer.

Dampak terhadap Likuiditas Bank

Dampak kedua atas penerbitan CBDC adalah terkait dengan kondisi likuiditas perbankan. Penyimpanan uang dalam bentuk rupiah digital nantinya akan berbagi porsi dengan dana simpanan masyarakat di perbankan. Hal ini akan menyebabkan pengetatan likuiditas yang dapat berdampak pada kemampuan bank dalam menyalurkan kredit.

Di sisi lain, terbatasnya akses perbankan terhadap sumber dana murah dapat menimbulkan peningkatan suku bunga kredit.

Untuk memitigasi dampak ini, Bank Indonesia merancang arsitektur Proyek Garuda dengan mekanisme tiering dan capping. Melalui mekanisme tiering, kepemilikan masyarakat terhadap rupiah digital akan dilakukan melalui bank atau wholesaler yang ditunjuk.

Wholesaler juga akan bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi nasabah dalam proses know your customer. Data transaksi dilaporkan dalam bentuk granular sehingga Bank Indonesia tidak menyimpan data nasabah.

Selain itu, Bank Indonesia menerapkan capping untuk membatasi jumlah rupaih digital yang dimiliki setiap individu. Transaksi dalam jumlah kecil akan dapat dilakukan secara pseudonim berbasis token.

Mekanisme capping ini menjaga privasi transaksi masyarakat sekaligus menjaga agar dana yang disimpan dalam bentuk rupiah digital tidak terlalu besar. Metode tersebut bisa jadi tidak memadai jika minat masyarakat terhadap rupiah digital cukup tinggi.

Bank Indonesia perlu menyiapkan mitigasi lain berupa opsi untuk menyuntikkan kembali dana yang disimpan dalam bentuk rupiah digital ke dalam sistem perbankan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan instrumen pinjaman bunga rendah kepada bank.

Pinjaman ini dapat diberikan, misalnya, berdasarkan tingkat penyaluran rupiah digital oleh bank tersebut. Di satu sisi, opsi ini dapat memastikan tingkat likuiditas perbankan terjaga serta mencegah kegagalan bank di masa krisis.

Namun di sisi lain, bank menjadi bergantung pada bank sentral dalam memenuhi kebutuhan likuiditas dan intermediasi. Situasi ini akan menimbulkan polemik baru di mana bank sentral mempunyai kekuasaan untuk memilih bank atau sektor industri tertentu untuk dapat diberikan kredit.

Arsitektur rupiah digital perlu dilengkapi dengan pedoman tata kelola yang baik. Perangkat aturan perlu didefinisikan, misalnya pencegahan penyalahgunaan data transaksi pribadi masyarakat baik oleh wholesaler maupun Bank Indonesia sendiri.

Kriteria pemberian kredit kepada bank perlu ditetapkan dengan jelas untuk mengantisipasi kebutuhan bank sebagai dampak dari rupiah digital. Transparansi dan independensi Bank Indonesia dalam proyek Garuda perlu terus dijaga sesuai niat baik penerbitan rupiah digital.

Bank Indonesia belum menetapkan secara pasti target implementasi rupiah digital. Masih cukup waktu bagi semua pihak untuk menyusun rencana dan respon sampai rupiah digital benar-benar diterbitkan.

Pada akhirnya nanti, yang paling penting adalah agar Bank Indonesia dapat terus menjaga transparansi dan independensi dalam pengambilan kebijakannya.

https://money.kompas.com/read/2022/12/22/094819426/proyek-garuda-rupiah-digital-dan-tantangan-industri-perbankan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke