Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dollar AS Terus Tekan Rupiah, Ini Penyebabnya Menurut Ekonom

Kompas.com - 19/06/2024, 15:25 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tengah berada dalam tren melemah. Kurs mata uang Garuda telah menembus level psikologis Rp 16.400 per dollar AS.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menjelaskan, dollar AS dalam sepekan terakhir  menguat terhadap mata uang global, baik mata uang negara maju dan mata uang negara berkembang.

"Termasuk rupiah, (penguatan dollar AS) mendorong rupiah melemah hingga ke level 16.400 per dollar AS," kata dia kepada Kompas.com, Rabu (19/6/2024).

Baca juga: Dollar AS Melemah, Rupiah Kembali ke Level Rp 16.300

Ilustrasi mata uang dollar AS. PIXABAY/PUBLICDOMAINPICTURES Ilustrasi mata uang dollar AS.

Josua menjelaskan, kinerja dollar AS terhadap mata uang lainnya terindikasi dari dollar index dalam sepekan ini tercatat menguat 0,63 persen ke level 105,55.

Kinerja itu dipengaruhi oleh pelemahan mata uang Euro 0,91 persen secara mingguan, Poundsterling 0,25 persen secara mingguan, dan Yen Jepang masing 0,41 persen secara mingguan.

"Penguatan dollar AS didorong oleh shifting ke aset safe-haven di tengah gejolak yang sedang berlangsung dalam aset-aset Eropa, menjelang pemilihan parlemen Perancis di akhir bulan," imbuh dia.

Sebelumnya, Josua membeberkan, data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan cenderung mendorong pelemahan dollar AS.

Baca juga: IHSG Kembali Terkoreksi, Rupiah Menguat di Awal Sesi Pagi

Namun demikian, hasil rapat Federal Open Market Commitee (FOMC) Juni mengindikasikan Fed hanya akan memangkas suku bunga Fed sebesar 25 basis poin (bps) pada tahun ini, sehingga mendorong kembali penguatan dollar AS.

Selain dari faktor global, pelemahan rupiah juga dipengaruhi kabar soal kenaikan rasio utang pemerintah berikutnya, meskipun belum dapat bisa dikonfirmasi sumbernya.

Kebijakan belanja pemerintah ke depan, dikhawatirkan cenderung lebih ekspansif sehingga defisit ekonomi cenderung dapat meningkat tajam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com