Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi RI "Cuan" dari Program Tangkap-Simpan Karbon Besar, Jangan Sampai Disalip Malaysia

Kompas.com - 26/06/2024, 21:52 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon yang dikenal dengan Carbon Capture Storage (CCS) menjadi pilihan yang wajib dipertimbangkan demi keberlanjutan pasokan energi di masa mendatang.

CCS juga dinilai sebagai cara yang paling efektif untuk dapat mengurangi emisi karbon dan sekaligus meningkatkan perekonomian Indonesia, terutama menyongsong Indonesia Emas 2045.

Chief of Infographic Sub Committee IPA Convex 2024, Hendra Halim menjelaskan, berdasarkan Infographic Indonesian Petroleum Association (IPA) 2024, diketahui bahwa CCS dapat memberikan potensi "cuan" yang besar bagi Indonesia.

Menurut Infografik IPA 2024, CCS dapat memberikan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) RI yang signifikan, yaitu sekitar 478 miliar dollar AS dan bakal membuka lebih dari 53.000 lapangan pekerjaan hingga 2050.

“Setiap 1 juta ton karbon yang ditangkap melalui CCS dapat menciptakan nilai ekonomi hingga Rp 4 triliun dan menambah kurang lebih 1.000 lapangan pekerjaan,” kata Hendra di Jakarta, Rabu (26/6/2024).

Baca juga: Pertamina Hulu Energi Lirik Potensi Bisnis Baru dari Teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon

Ia menegaskan, Indonesia saat ini berpotensi menjadi pemimpin di regional dalam rangka penerapan teknologi CCS. Indonesia memiliki potensi penyimpanan karbon pada bekas reservoir di lapangan migas yang ada di Indonesia, yang diperkirakan mencapai 577 giga ton, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Untuk itu, dia mengharapkan agar seluruh pihak di Indonesia tidak lagi hanya bersikap wait and see, terutama setelah aturan mengenai penangkapan karbon sudah terbit. “Jangan sampai ide yang berasal dari Indonesia justru disalip oleh negara lain,” tambah Hendra.

Dia mengungkapkan bahwa ada negara tetangga Indonesia yang sudah lebih siap dalam implementasi CCS, yaitu Malaysia. "Mereka sudah lebih banyak melakukan kerja sama, mereka juga punya reservoir, walau tak sebanyak Indonesia," katanya.

Baca juga: Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Kolaborasi

Hendra mengatakan, Indonesia diberkahi keuntungan secara geologis dengan adanya banyak lokasi penyimpanan karbon dan industri migas yang sudah berpengalaman.

Dia menyakini Indonesia dapat menjadi CCS Hub di regional. Namun hal tersebut membutuhkan kolaborasi yang tepat antara pemerintah dan industri migas.

“Ada empat prioritas utama yang dibutuhkan dalam kolaborasi ini, yaitu peraturan pelaksana CCS yang komprehensif, perjanjian lintas batas CO2, harga karbon, dan insentif CCS. Pemerintah harus focus pada kemudahan berbisnis, kepercayaan investor, dan kepercayaan pemangku kepentingan,” tambahnya.

Sementara Deputy Chief of Infographic Sub-Committee, Rina Rudd, menambahkan bahwa industri hulu migas masih sangat potensial di masa mendatang mengingat kebutuhan energi yang terus meningkat secara kuantitas.

Menurut dia, gas bumi merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan energi yang rendah emisi karbon. Terlebih lagi dengan adanya dua temuan besar sumberdaya gas di Geng North oleh Eni Indonesia dan Layaran oleh Mubadala Energy Indonesia.

“Kita harus segera memonetasi potensi gas tersebut agar bisa memberikan dampak ekonomi dan lingkungan ke depan nya,” kata Rina.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com