Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BASF dan Eramet Mundur dari Proyek Sonic Bay, Benarkah Bisnis Nikel di RI Tak Menarik?

Kompas.com - 28/06/2024, 08:57 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Investasi nikel di Indonesia dinilai tidak memiliki pospek kedepannya. Hal inilah yang menyebabkan perusahaan kimia asal Jerman, BASF, dan perusahaan pertambangan asal Perancis, Eramet, kompak mundur dari investasinya pada fasilitas pemurnian nikel dan kobalt di Proyek Sonic Bay di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara.

Namun demikian, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel menilai bahwa prospek nikel masih menjanjikan di masa depan. Direktur Keuangan Harita Nickel Suparsin menilai bahwa investasi yang besar menjadi sebab investasi keduanya tak menarik.

“Untuk pembatalan investasi BASF dan Eramet, kami bisa memberi gambaran bahwa investasi mereka 2,6 miliar dollar AS (Rp 42 triliun),” kata Suparsin di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

“Saat kami membuat HPAL investasinya 1,2 miliar dollar AS. Tentu, mereka. melihat itu tidak menarik ada benarnya, kalau nilai investasinya sebesar itu,” jelas dia.

Baca juga: BASF dan Eramet Kompak Mundur dari Proyek Sonic Bay Senilai Rp 42 Triliun

Dia menilai dengan nilai investasi yang dianggarkan, NCKL menilai bahwa bisnis nikel masih menarik. Namun demikian, Suparsin tak berencana untuk menggantikan investasi BASF dan Eramet di Sonic Bay, mengingat pihaknya masih fokus untuk meningkatkan kinerja tambang perusahaan di Pulau Obi.

“Bisnis nikel kalau dari kami masih menarik dari sisi prospek. Kami fokus di Pulau Obi karena fasilitas dan infrastruktur kami ada disana, itu akan kami maksimalkan,” tambah dia.

Baca juga: Bertemu CEO BASF, Bahlil Bujuk Percepat Realisasi Sonic Bay di Maluku Utara

 


Direktur Utama Harita Nickel, Roy Arman Arfandy mengungkapkan, kondisi pertambangan nikel saat ini oversupply karena pengingkatan jumlah produksi dari Indonesia.

“Setelah saya bertemu dengan analis dan perusahaan sekuritas dari luar negeri, kondisi ini sebenarnya tidak jelek-jelek banget. Memang pertumbuhan secara persentase tidak tinggi, tapi demand baterai mobil listrik double digit tiap tahun, namun tidak setinggi yang diharapkan pasar,” ungkapnya.

Dia menilai bahwa prospek nikel NCKL cukup menarik. Apalagi jika NCKL bisa melakukan efisiensi dan memiliki keuntungan kompetitif, sehingga bisa bersaing dengan pemain nikel dunia.

“Dalam satu tahun terakhir harga nikel turun, dan pemain nikel dunia kesulitan tidak bisa bersaing dalam biaya produksi. Kami sebagai pemain punya low cost production yang harus kita pertahankan, dan demand-nya tidak jelek-jelek amat kedepan,” tegasnya.

Baca juga: Sejarah Baru Nikel RI Masuk Bursa Dunia, Luhut: Australia Marah, Kita Kini Bisa Tentukan Harga

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com