Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Febrian Kahar
Pengusaha; Praktisi

Komisaris Utama Pusat Riset Sosial dan Ekonomi Indonesia (PT Presisi)

Ancaman Defisit Produksi Beras Masih Mengintai

Kompas.com - 29/06/2024, 10:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

STOK beras nasional pada Juni-Oktober 2024, diprediksi defisit setelah mengalami surplus pada Maret-Mei 2024.

Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan ancaman penurunan produksi padi sekitar 40-50 persen dibandingkan puncak panen raya padi pada April-Mei lalu.

Kementerian Pertanian menjelaskan, stok cadangan beras di Bulog minimal memenuhi 1 juta ton per tahun.

Dalam rilis bulanan BPS pada 1 Maret mencatat bahwa Indonesia mengalami defisit beras pada Januari-Februari 2024. Minus Januari 2024 adalah 1,61 juta ton dan Februari 1,22 juta ton, sehingga total defisit beras 2,83 juta ton.

Artinya, Indonesia masih punya utang 2,83 juta ton yang harus ditutup di luar jumlah total kenaikan yang dipenuhi untuk bulan Juni sampai akhir tahun.

Berdasarkan data yang dihimpun dari laporan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) tahun 2023, Indonesia jadi negara dengan konsumsi beras global terbesar keempat di dunia sebesar 35,3 juta ton sepanjang tahun lalu.

Dengan prediksi tingkat produksi beras tahun 2024, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengkhawatirkan produksi beras pada Juni hingga Oktober 2024, tidak dapat memenuhi kebutuhan beras nasional.

Hal ini harus diwaspadai Pemerintah, mengingat dampaknya sangat luas bagi sosial ekonomi Indonesia.

Defisit beras dan sosial ekonomi masyarakat

Produksi yang lebih rendah akan berdampak pada kenaikan harga beras. BPS mencatat kenaikan harga beras bisa mencapai 10 persen yang mendorong peningkatan inflasi sebesar 0,5-1 persen.

Dampaknya bagi petani akan sangat bervariasi; meskipun mereka bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga, mereka juga dihadapkan pada tantangan produksi yang lebih mahal dan tidak stabil.

Petani kecil yang bergantung pada modal minim dan sumber daya terbatas bisa semakin terpuruk jika tidak ada intervensi pemerintah yang tepat.

Sementara itu, bagi konsumen terutama mereka yang berada di lapisan ekonomi bawah, akan paling terpukul oleh lonjakan harga.

Berdasarkan hasil studi LPEM UI, setiap kenaikan harga beras sebesar 5 persen berpotensi meningkatkan jumlah orang miskin hingga 500.000 orang.

Hal ini menggarisbawahi urgensi penanganan masalah ini secara cepat dan efektif, baik melalui stabilisasi pasokan, diversifikasi pangan, maupun subsidi bagi kelompok rentan.

Masalahnya bukan hanya lonjakan harga beras yang mengintai, tetapi juga peningkatan ketidakstabilan sosial-ekonomi yang dapat memperdalam jurang ketidakadilan dan kemiskinan di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com