Sifat permintaan beras yang bersifat in-elastis, yang mengimplikasikan bahwa fluktuasi harga tidak akan mengakibatkan perubahan yang besar pada permintaan.
Besarnya sumbangan harga beras dalam garis kemiskinan akan mengakibatkan jumlah individu yang sebelumnya di atas garis kemiskinan menjadi berada di bawah garis kemiskinan, apabila terjadi kenaikan harga beras yang cukup tinggi.
Sudah dapat dipastikan, terjadinya defisit produksi beras akan menimbulkan berbagai gejolak sosial dan politik. Tak pelak, berbagai analisis kebijakan perlu dilakukan untuk mengatasi ancaman defisit beras tahun ini.
Defisit beras yang diperkirakan pada Juni-Oktober, bukan hanya hasil sumbangan dari efek El Nino semata. Namun perlu dicermati dalam berbagai sisi. Perlu adanya perbaikan dari tiga sektor pertanian, yaitu hulu, tengah dan hilir.
Pertama, perlu adanya perbaikan dari sisi supply atau produksi. Langkah yang perlu diambil adalah perbaikan sistem subsidi pupuk.
Dibutuhkan langkah untuk menyederhanakan rantai pasok dan penyaluran pupuk bersubsidi agar lebih efisien.
Ke depan, Pemerintah juga melakukan upaya untuk memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi melalui digitalisasi dalam pendistribusian dan penebusan pupuk bersubsidi, serta penyusunan data penerima subsidi pupuk agar lebih tepat sasaran.
Selanjutnya, alih-alih sebagai langkah proaktif, pemerintah menggenjot peningkatan produksi beras nasional dengan pompanisasi.
Masalahnya terkait kebutuhan air, yang dilakukan adalah memompa air sungai, dan bukannya memperbaiki saluran irigasi.
Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Dedi Nursyamsi menyampaikan 80 persen air untuk kebutuhan pertanian cenderung boros.
Berikutnya, 60 persen jaringan irigasi yang ada belum dimanfaatkan optimal. Terakhir terjadinya kerusakan keseimbangan hidrologis di daerah aliran sungai.
Otomatis jika ada program pompanisasi tanpa didahului dengan perbaikian irigasi, maka kebijakan yang dilakukan menjadi kurang efisien.
Masih dari sisi penawaran, Kementan telah mendeklarasikan akan fokus pada optimalisasi produksi sawah dan tidak menutup kemungkinan untuk melakukan program cetak sawah demi mengejar angka produksi tersebut.
Namun, sebelum program cetak sawah ini diimplementasikan, Kementan perlu mempertimbangkan sejumlah dampak dari implementasi program ini.
Permasalahan ekologi, penurunan kualitas tanah, biaya dan efektivitas, masalah irigasi, dan konflik lahan adalah sejumlah persoalan yang akan dihadapi dari program tersebut.