Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Kompas.com - 28/03/2024, 14:30 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada sejumlah faktor yang menjadikan Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan proyek penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Storage/CCS) dan menjadikannya sebagai peluang bisnis yang baru di masa mendatang.

Salah satunya adalah potensi penyimpanan karbon pada bekas reservoir di lapangan migas yang ada di Indonesia, yang diperkirakan mencapai 577 giga ton, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center, Belladonna Troxylon Maulianda pada acara Briefing IPA Convex 2024 bertajuk "CCS Sebagai Peluang Bisnis Baru di Indonesia" di Jakarta, Rabu (27/3/2024).

Faktor pertama, menurut dia, adalah regulasi. Bella menjelaskan, pemerintah Indonesia saat ini sangat agresif dalam menerbitkan berbagai regulasi untuk mendukung percepatan implementasi CCS, apalagi Indonesia memiliki potensi yang sama dengan Australia. Saat ini, Indonesia juga sudah memiliki 15 proyek CCS yang sedang dikembangkan.

"Hal tersebut membuat Indonesia memiliki peluang bisnis yang lebih besar dan dapat menjadi leader CCS Hub di kawasan regional," kata Bella.

Baca juga: Sebanyak 15 Proyek CCS/CCUS dalam Tahap Studi, Direncanakan Beroperasi Mulai 2030

Faktor selanjutnya, teknologi CCS bukanlah hal yang baru bagi perusahaan minyak dan gas. Teknologi tersebut sudah diterapkan oleh para perusahaan migas sejak 40 tahun yang lalu.
"Teknologinya sudah mature sebenarnya. Saat ini, kita sedang menunggu cost-nya turun dan memang sekarang sudah mulai menurun," ujar Bella.

Kemudian, selain keunggulan dari sisi geografis dan regulasi, Bella optimistis, Indonesia akan menjadi peimpin dalam bisnis CCS di kawasan regional, lantaran Indonesia menjadi negara pertama yang mengimplementasikan CCS cross border (lintas batas).

Dengan demikian, Indonesia dinilai sebagai negara yang paling siap untuk mengimplemantasikan CCS dibandingkan negara di kawasan Asia lainnya.

"Indonesia dinilai paling cepat dalam perkembangan CCS dibandingkan negara lain, selain memiliki potensi, dukungan dari pemerintah melalui regulasi juga diharapkan dapat mempercepat implementasi CCS," ujar Bella.

Baca juga: CCS Lintas Negara Bikin Indonesia Tempat Pemutihan Karbon dari Negara Lain

Sebagai informasi, Kementerian ESDM baru saja menerbitkan angka Potensi Penyimpanan Karbon Nasional Tahun 2024 sebesar 572 miliar ton CO2 pada saline aquifer, dan 4,85 miliar ton CO2 pada depleted oil and gas reservoir.

Potensi penyimpanan yang sangat besar tersebut diyakini dapat mendukung secara signifikan target penurunan emisi dalam jangka panjang.

Untuk itu, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association, Marjolijn Wajong, menyambut baik sikap pemerintah yang sangat kooperatif mengajak pelaku usaha hulu migas untuk membahas pembangunan ekosistem CCS dan CCUS.

Marjolijn mengatakan pihaknya mengapresiasi hadirnya Peraturan Presiden Nomor 14/2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon yang memperluas skala bisnis CCS/CCUS serta mendorong bertumbuhnya investasi di bidang ini.

Baca juga: PLTU Batu Bara Disetop, Co-Firing Biomassa dan Teknologi CCS Jadi Pilihan

Sebab sebelumnya, aturan soal CCS/CCUS hanya berkisar di sektor migas saja melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 02 Tahun 2023 tentang tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, Serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, serta Pedoman Tata Kerja SKK Migas Nomor 70 Tahun 2024 terkait Penyelenggaraan CCS/CCUS pada Wilayah Kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama.

"Kita tahu sudah ada Perpres No 14/2024. Hal itu critical karena regulasi harus ada. Tetap, investor tetap akan melihat apakah ini peluang bisnis atau tidak," kata Marjolijn.

Menurut dia, saat ini memang ada pemain di sektor migas yang mengkhususkan bisnisnya menjadi CCS Hub. Tetapi hal itu memang keharusan buat mereka karena kewajiban untuk mengurangi emisi.

"Sekarang bukan saja untuk keperluan sendiri, tetapi juga dapat menerima emisi dari luar migas. Jadi ini bisa menjadi bisnis baru," jelasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com