Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surplus APBN Awal 2024 dan 2023 bak Bumi dan Langit

Kompas.com - 27/04/2024, 14:00 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Surplus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini tidak lagi sebesar tahun lalu. Bila pada kuartal awal tahun lalu surplus kas negara masih mencapai ratusan triliun rupiah, maka pada periode yang sama tahun ini surplus hanya menyisakan triliunan rupiah.

Dalam gelaran konferensi pers APBN KiTa edisi April 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, nilai surplus APBN pada Maret 2024 sebesar Rp 8,1 triliun. Nilai ini setara dengan 0,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Posisi surplus itu jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan catatan Kompas.com, nilai surplus APBN pada Maret 2023 mencapai Rp 128,5 triliun. Nilai itu setara dengan 0,61 persen PDB.

Baca juga: Kian Susut, Surplus APBN Tinggal Rp 8,1 Triliun

Merosotnya nilai surplus kas negara tidak terlepas dari setoran negara yang tidak lagi tumbuh positif. Pada tahun ini, pendapatan negara susut 4,1 persen secara tahunan ke Rp 620,01 triliun. Sementara tahun lalu pendapatan negara melesat 29 persen ke posisi Rp 647,2 triliun.

Susutnya pendapatan negara disebabkan tingginya laju pertumbuhan pendapatan atau high base effect yang terjadi pada tahun lalu. Pada tiga tahun terakhir, pendapatan negara memang mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, sehingga terjadi normalisasi pada tahun ini.

"Jadi walaupun kita memahami ada koreksi kita tetap hati-hati," kata Sri Mulyani, dalam konferensi pers APBN KiTa edisi April 2024, Jumat (26/4/2024).

Baca juga: Ekonom Sebut Program Gas Murah Berisiko Bikin Defisit APBN

Di sisi lain, belanja negara pada awal tahun ini tumbuh pesat. Sri Mulyani menyebutkan, belanja negara pada kuartal pertama tahun ini tumbuh 18 persen mencapai Rp 611,9 triliun. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu belanja negara hanya tumbuh 5,7 persen ke Rp 518,7 triliun.

Kenaikan belanja negara yang signifikan itu disebabkan oleh adanya belanja yang bersifat frontloading atau dikucurkan pada awal tahun anggaran. Salah satu belanja frontloading ialah belanja Pemilu.

"Berarti ada belanja-belanja frontloading seperti belanja Pemilu," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Susutnya surplus sudah diprediksi

Nilai surplus yang lebih rendah pada tahun ini sebenarnya sudah diprediksi oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, APBN pada tahun ini didesain mengalami defisit.

Isa bilang, pada tahun ini APBN dihadapi oleh fenomena normalisasi harga komoditas. Hal ini memicu penurunan setoran negara yang berasal dari komoditas minyak dan gas (migas) utamanya.

"Kita tidak akan melihat surplus-surplus sehebat tahun lalu, tetapi kita akan terus mengelola terutama belanja kita, maka akan terjadi normalisasi," katanya.

Baca juga: Pendapatan Negara Turun, Surplus APBN Terpangkas Jadi Rp 22,8 Triliun

Lebih lanjut ia menyebutkan, pada tahun ini APBN dirancang defisit 2,29 persen. Kemenkeu berupaya untuk mengarahkan anggaran negara sebagaimana target yang telah ditetapkan.

"Setelah pengeluaran besar di awal tahun, kita akan melihat normalisasi belanja kita, mudah-mudahan kita bisa me-manage surplus defisit ini walaupun memang kita sadari tidak setebal yang terjadi tahun lalu," tuturnya.

Baca juga: APBN Surplus, Utang Jalan Terus

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com